Riza Chalid Diduga Sembunyi di Malaysia dan Menikah dengan Kerabat Sultan

Saudagar minyak Riza Chalid, buron kasus korupsi minyak mentah, diyakini Masyarakat Anti-Korupsi Indonesia (MAKI) berada di Malaysia. Bahkan, ia diduga telah menikahi anggota keluarga kesultanan di sana.

Riza Chalid adalah salah satu dari sembilan tersangka dalam kasus dugaan korupsi pengelolaan minyak mentah dan produk kilang.

Koordinator MAKI, Boyamin Saiman, mengungkapkan bahwa pernikahan Riza Chalid telah berlangsung sejak empat tahun lalu. "Saya sudah memastikan Riza Chalid berada di Malaysia, dan diduga telah menikah dengan seseorang yang memiliki hubungan kekerabatan dengan raja atau sultan di Malaysia, sejak empat tahun lalu," ujar Boyamin saat berada di Malaysia, Minggu (27/7).

Menurut informasi yang diterima, Riza Chalid menikahi kerabat sultan dari salah satu negara bagian yang berinisial J atau K. Ia juga dilaporkan lebih sering tinggal di Johor, Malaysia. "Sultan itu kalau tidak dari negara bagian J, dari negara bagian K," imbuhnya.

Negara bagian di Malaysia yang berinisial K adalah Kedah dan Kelantan, sementara J adalah Johor.

Desakan Penerbitan Red Notice

MAKI mendesak Kejaksaan Agung (Kejagung) untuk segera mengajukan permohonan Red Notice terhadap Riza Chalid. Dengan Red Notice, kepolisian Malaysia akan mengikuti aturan Interpol sehingga mempermudah penangkapan.

"Walau upaya ekstradisi tetap bisa dilakukan, tetapi tetap harus mengupayakan red notice," tegas Boyamin.

Jika Red Notice tidak memungkinkan, MAKI mendorong agar sidang in absentia digelar tanpa kehadiran Riza Chalid. Tujuannya agar aset Riza Chalid di dalam maupun luar negeri dapat disita atau dibekukan, karena dapat dikenakan pasal pencucian uang.

Riza Chalid ditetapkan sebagai tersangka karena perannya sebagai Beneficial Owner PT Navigator Khatulistiwa dan PT Orbit Terminal Merak (OTM). Selain Riza, anaknya, Muhammad Kerry Andrianto Riza, juga ditetapkan sebagai tersangka dengan peran yang sama di PT Navigator Khatulistiwa.

Kejagung memperkirakan total kerugian negara dalam kasus ini mencapai Rp285 triliun, terdiri dari kerugian keuangan negara sebesar Rp193,7 triliun dan kerugian perekonomian negara sebesar Rp91,3 triliun.

Scroll to Top