Harga minyak sawit mentah (CPO) terus menunjukkan tren positif pada Juli 2025, membawa angin segar bagi penerimaan negara melalui bea keluar (BK). Kenaikan harga ini didorong oleh kombinasi faktor fundamental yang kuat.
Berdasarkan data terkini, harga kontrak CPO untuk pengiriman tiga bulan berada di level MYR 4.256 per ton pada Senin, 28 Juli 2025. Meskipun mengalami sedikit koreksi harian sebesar 0,4%, harga CPO telah melonjak 7% sepanjang Juli dan konsisten di atas level MYR 4.000 sejak awal bulan.
Kenaikan ini bukan sekadar efek musiman. Penurunan stok CPO, peningkatan ekspor yang signifikan terutama ke India, serta pasokan minyak nabati global yang terbatas, menjadi pendorong utama.
Produksi Menurun, Ekspor Melesat, Stok Terkuras
Data dari Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) menunjukkan bahwa produksi CPO Indonesia pada Mei 2025 mengalami penurunan sebesar 7,01% menjadi 4,165 juta ton, dibandingkan 4,479 juta ton pada bulan sebelumnya. Produksi palm kernel oil (PKO) juga mengalami penurunan.
Namun, di sisi lain, ekspor CPO justru melonjak tajam sebesar 49,75% menjadi 2,664 juta ton. Peningkatan terbesar terjadi pada ekspor ke India (230 ribu ton), diikuti oleh Afrika (197 ribu ton) dan Uni Eropa (117 ribu ton).
Kombinasi antara penurunan produksi dan lonjakan ekspor menyebabkan stok akhir Mei menyusut menjadi 2,916 juta ton, lebih rendah dari stok awal bulan yang mencapai 3,046 juta ton. Penurunan stok ini mempersempit ketersediaan di pasar dan mendorong kenaikan harga.
India: Mesin Pendorong Permintaan
Permintaan agresif dari India menjelang festival Diwali pada Oktober 2025 menjadi faktor krusial dalam lonjakan harga CPO. Diperkirakan impor India dapat mencapai 2,9 juta ton dalam periode ini. Permintaan ini semakin kuat karena harga minyak kedelai Amerika Serikat masih tinggi, membuat minyak sawit menjadi lebih kompetitif.
Selain itu, kesepakatan kerja sama antara India dan Indonesia dalam sektor minyak sawit semakin memperkuat jalur distribusi ke pasar utama ini.
Pengaruh Ringgit dan Minyak Nabati Lain
Meskipun penguatan ringgit Malaysia sempat menahan laju kenaikan harga, sentimen positif datang dari kenaikan harga minyak nabati lain, seperti minyak kedelai di Dalian, yang memberikan dorongan tambahan pada harga CPO.
Analis memperkirakan momentum bullish ini dapat berlanjut hingga kuartal III/2025, asalkan permintaan dari India tetap tinggi dan stok global tidak mengalami peningkatan signifikan.
Prospek ke Depan: Apa yang Perlu Diperhatikan?
Arah harga CPO dalam beberapa bulan mendatang akan ditentukan oleh tiga faktor kunci:
- Permintaan Musiman India: Apakah impor India benar-benar mencapai 2,9 juta ton hingga Oktober?
- Produksi Semester II/2025: Apakah produksi Indonesia dan Malaysia akan pulih?
- Persaingan dengan Minyak Nabati Lain: Bagaimana pergerakan harga kedelai dan rapeseed?
Dalam skenario yang paling optimis, harga CPO berpotensi menembus MYR 4.500 per ton pada akhir tahun, asalkan stok tetap ketat dan permintaan India tetap kuat. Sebaliknya, jika produksi meningkat pesat atau ringgit menguat secara signifikan, harga dapat kembali ke kisaran MYR 4.200-4.250 per ton.
Kenaikan harga CPO yang terjadi saat ini mencerminkan ketatnya fundamental pasar. Prospek jangka pendek masih bullish, namun pasar akan tetap sensitif terhadap pergerakan stok dan permintaan pasca-periode festival.
Penerimaan Negara Meningkat Signifikan
Kenaikan harga CPO berdampak positif terhadap penerimaan negara melalui bea keluar. Penerimaan bea keluar dari produk sawit pada Januari-Juni 2025 telah meningkat sebesar 553% menjadi Rp 11,18 triliun. Lonjakan terbesar berasal dari turunan CPO, yang meningkat sebesar 1.479% menjadi Rp 8,81 triliun. Jika harga CPO terus menguat, penerimaan bea keluar diperkirakan akan semakin meningkat.