Denpasar menjadi pusat perhatian dalam upaya mencapai target ambisius "Three Zero" HIV/AIDS di Bali: nol kasus baru, nol kematian akibat HIV, dan nol stigma serta diskriminasi. Namun, tantangan besar terletak pada bagaimana media berperan dalam mewujudkan tujuan ini.
Diskusi yang diadakan oleh Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) Bali menyoroti perlunya perubahan pendekatan dalam pemberitaan isu HIV/AIDS. Jurnalisme yang berfokus hanya pada angka kasus dinilai kurang efektif dalam memberikan edukasi yang komprehensif.
Alih-alih terpaku pada statistik, penting bagi jurnalis untuk mengembangkan jurnalisme empati. Ini berarti mengangkat kisah-kisah nyata orang yang hidup dengan HIV (ODHIV), menggali pengalaman mereka, perjuangan yang dihadapi, dan semangat mereka dalam menjalani kehidupan. Dengan demikian, masyarakat dapat melihat HIV sebagai masalah manusiawi yang membutuhkan dukungan, bukan hanya sekadar angka.
Stigma yang melekat pada HIV seringkali berasal dari anggapan keliru bahwa HIV disebabkan oleh perilaku tidak bermoral. Padahal, HIV adalah masalah kesehatan yang memerlukan penanganan medis dan dukungan psikologis. Normalisasi HIV sebagai isu kesehatan mendesak agar individu berisiko bersedia melakukan tes, dan mereka yang positif dapat segera mendapatkan pengobatan Anti Retroviral (ARV). Edukasi kesehatan reproduksi yang akurat dan penghapusan stigma menjadi kunci untuk melawan misinformasi, khususnya di kalangan remaja.
Data kumulatif menunjukkan 32.733 kasus HIV di Bali sejak 1987 hingga Mei 2025, dengan mayoritas kasus terjadi pada usia produktif. Peningkatan jumlah kasus juga menandakan keberhasilan layanan kesehatan dalam menemukan kasus dan meningkatkan kesadaran masyarakat untuk melakukan pemeriksaan. Tersedianya 120 puskesmas dengan layanan VCT dan testing di Bali menunjukkan komitmen dalam mempermudah akses layanan.
Namun, rasa malu dan diskriminasi masih menjadi penghalang. Banyak ODHIV memilih memeriksakan diri di tempat yang jauh dari lingkungan mereka untuk menghindari stigma. Untuk itu, peningkatan literasi publik tentang cara penularan HIV sangat penting. Penularan HIV tidak terjadi melalui kontak sosial sehari-hari seperti pelukan, berjabat tangan, atau makan bersama.
Denpasar mencatat jumlah kasus HIV tertinggi, seiring dengan ketersediaan fasilitas kesehatan yang lebih baik. KPA Bali mendorong masyarakat untuk memanfaatkan teknologi, termasuk media sosial, untuk mengakses informasi yang benar dan meningkatkan kesadaran akan kesehatan diri. Dengan edukasi yang berkelanjutan dan pendekatan media yang lebih empatik, Bali optimis dapat mencapai target "Three Zero" dan menciptakan lingkungan yang inklusif bagi semua.