Jenderal AS Siap Hadapi Agresi di Asia, Latihan Militer Bersama Filipina Digelar

Seorang jenderal tinggi dari Korps Marinir Amerika Serikat (AS) menegaskan kesiapan pasukannya untuk menghadapi segala bentuk agresi di wilayah Asia. Pernyataan ini muncul di tengah meningkatnya ketegangan di kawasan, khususnya terkait sengketa di Selat Taiwan dan Laut China Selatan.

"Kami siap," tegas Letnan Jenderal James Glynn saat konferensi pers, menanggapi pertanyaan tentang kemampuan AS dan Filipina dalam menghadapi potensi agresi besar di kawasan tersebut setelah bertahun-tahun menggelar latihan militer bersama.

Pernyataan ini secara implisit ditujukan kepada China, yang terlibat konflik dengan Taiwan dan Filipina terkait klaim wilayah di Laut China Selatan.

Ribuan tentara AS dan Filipina memulai latihan tempur tahunan yang melibatkan simulasi penangkalan serangan pulau, sebagai bagian dari skenario pertahanan kepulauan dan perairan Filipina dalam "skenario pertempuran skala penuh". Latihan ini memicu reaksi keras dari China.

Latihan "Balikatan" yang berlangsung dari 21 April hingga 9 Mei ini melibatkan sekitar 9.000 personel militer AS dan 5.000 personel militer Filipina. Berbagai aset militer seperti jet tempur, kapal perang, dan sistem rudal antikapal Marinir AS dikerahkan dalam latihan ini.

China mengecam keras latihan perang semacam ini, terutama yang melibatkan pasukan AS dan sekutu di dekat Laut China Selatan dan wilayah Filipina utara yang berdekatan dengan Taiwan. Beijing menganggap latihan tersebut sebagai upaya untuk menahan China dan mengancam stabilitas serta perdamaian regional.

"Kekuatan gabungan kita memiliki daya hancur yang signifikan, didukung oleh etos dan semangat prajurit yang kuat," kata Glynn dalam upacara pembukaan latihan. "Tujuannya adalah untuk memastikan pertahanan Filipina dan menjaga Indo-Pasifik yang bebas dan terbuka."

"Kita semua menginginkan solusi damai untuk setiap konflik regional, tetapi jika upaya pencegahan gagal, kita harus siap," lanjut Glynn.

Mayor Jenderal Francisco Lorenzo dari Angkatan Darat Filipina menekankan bahwa latihan Balikatan tidak menargetkan negara tertentu. "Ini adalah latihan bersama untuk meningkatkan kemampuan kita dalam mengamankan wilayah kita dan meningkatkan kesiapan kita dalam menghadapi segala kemungkinan," ujarnya.

Latihan ini mencakup simulasi serangan balasan terhadap invasi musuh di sebuah pulau, penggunaan artileri dan rudal untuk menenggelamkan kapal musuh tiruan, patroli gabungan angkatan laut di dekat Laut China Selatan, dan pengawasan tempur udara. Militer Filipina menyebut latihan ini sebagai "skenario pertempuran skala penuh" yang dirancang untuk menguji dan meningkatkan kemampuan gabungan kedua angkatan bersenjata dalam kondisi realistis.

Selain personel AS dan Filipina, Australia juga mengirimkan sekitar 260 personel. Beberapa negara, termasuk Jepang, mengirimkan pengamat militer.

Sistem rudal jarak menengah yang dikerahkan oleh Angkatan Darat AS di Filipina utara tahun lalu juga digunakan kembali dalam latihan ini. China telah berulang kali menyuarakan kekhawatiran atas penempatan rudal tersebut dan menuntut Filipina menariknya.

Sistem rudal jarak menengah Angkatan Darat AS, yang terdiri dari peluncur mobile dan rudal Standar-6 serta rudal serangan darat Tomahawk, telah diposisikan ulang di Filipina, dari kota Laoag ke wilayah strategis di provinsi pesisir barat yang berhadapan dengan beting Laut China Selatan.

Menteri Pertahanan AS, Pete Hegseth, sebelumnya mengunjungi Manila dan menyatakan komitmen pemerintah AS untuk bekerja sama dengan sekutu dalam meningkatkan upaya pencegahan terhadap agresi China di Laut China Selatan, melalui "kekuatan".

Scroll to Top