Moskow, Rusia – Pemerintah Rusia, melalui Menteri Luar Negeri Sergey Lavrov, menyampaikan kecaman pedas terhadap kesepakatan tarif 15% yang diterapkan Amerika Serikat (AS) pada barang-barang Uni Eropa (UE). Lavrov menilai kebijakan ini berpotensi membawa dampak buruk bagi Benua Biru, bahkan mengarah pada deindustrialisasi.
Dalam forum ‘Territory of Meanings’, Lavrov menyatakan bahwa kesepakatan tarif ini jelas akan mempercepat deindustrialisasi di Eropa serta memicu pelarian modal. Kenaikan harga energi dan arus keluar investasi, menurutnya, akan menjadi pukulan telak bagi sektor industri dan pertanian Eropa.
Lavrov juga menyoroti bahwa alih-alih memikirkan kerugian bagi negaranya, Presiden Komisi Eropa Ursula von der Leyen justru lebih fokus untuk menjalin hubungan baik dengan Washington demi "mengalahkan Rusia". Baginya, hal ini sangat merugikan Eropa.
Kesepakatan yang kontroversial ini sendiri disepakati oleh Ursula von der Leyen dan Presiden AS Donald Trump. Berdasarkan perjanjian tersebut, AS menurunkan tarif yang sebelumnya diusulkan sebesar 30% menjadi 15% untuk sebagian besar ekspor Eropa. Sebagai imbalannya, UE berkomitmen membeli energi AS senilai US$ 750 miliar, terutama gas alam cair dan bahan bakar nuklir.
Selain itu, Brussels juga sepakat untuk menginvestasikan sekitar US$ 600 miliar ke dalam industri-industri AS serta meningkatkan impor senjata buatan AS.
Kritik terhadap kesepakatan ini tidak hanya datang dari Rusia. Beberapa politisi UE dan kalangan bisnis juga menyuarakan kekhawatiran serupa. Marine Le Pen, tokoh kunci partai sayap kanan Reli Nasional Prancis, mengecam perjanjian itu sebagai "kegagalan politik, ekonomi, dan moral" yang merugikan kedaulatan UE.
Perdana Menteri Prancis Francois Bayrou bahkan menyebut kesepakatan tarif 15% ini sebagai "hari yang gelap" bagi Uni Eropa.
Para pemimpin bisnis Jerman juga turut menyampaikan kekhawatiran mereka. Wolfgang Niedermark dari Federasi Industri Jerman (BDI) menyatakan bahwa UE telah mengirimkan "sinyal fatal" dengan menerapkan tarif tinggi. Ia menegaskan bahwa tarif sebesar 15% pun akan berdampak negatif yang sangat besar terhadap industri Jerman yang berorientasi ekspor.