Inggris sedang mempertimbangkan pengakuan resmi terhadap negara Palestina pada bulan September mendatang. Namun, pengakuan ini akan ditangguhkan jika Israel mengambil langkah-langkah nyata untuk memperbaiki kondisi kemanusiaan yang sangat memprihatinkan di Gaza.
Perdana Menteri Inggris menegaskan bahwa tujuan utama Inggris adalah terwujudnya Israel yang aman, berdampingan dengan negara Palestina yang berdaulat. Pengakuan negara Palestina dipandang sebagai kontribusi penting untuk menghidupkan kembali proses perdamaian yang kini terancam.
Syarat dari Inggris mencakup persetujuan Israel terhadap gencatan senjata, komitmen pada perdamaian jangka panjang, dan menghidupkan kembali solusi dua negara. Selain itu, Inggris mendesak Israel untuk mengizinkan PBB menyalurkan bantuan kemanusiaan dan menegaskan tidak akan ada aneksasi di Tepi Barat.
Pemerintah Inggris juga menyampaikan pesan tegas kepada Hamas, kelompok militan yang menguasai Gaza, untuk segera membebaskan semua sandera, menyetujui gencatan senjata, melucuti senjata, dan tidak terlibat dalam pemerintahan Gaza.
Di tengah kekhawatiran tentang kelaparan massal di Gaza, Inggris menyerukan peningkatan bantuan kemanusiaan. Inggris menargetkan minimal 500 truk bantuan masuk ke Gaza setiap hari.
Inggris mendukung upaya mediasi yang dipimpin oleh Amerika Serikat, Mesir, dan Qatar untuk mencapai gencatan senjata yang berkelanjutan dan mengarah pada rencana perdamaian yang lebih luas.
Langkah Inggris ini mendapat reaksi keras dari Israel. Perdana Menteri Israel berpendapat bahwa pengakuan negara Palestina sama dengan "memberi hadiah" kepada Hamas dan menghukum korban terorisme. Kementerian Luar Negeri Israel menambahkan bahwa langkah ini merusak upaya mencapai gencatan senjata dan pembebasan sandera.