Kasus HIV/AIDS di Bantul: Tantangan Deteksi Dini dan Mobilitas Populasi Berisiko

Dinas Kesehatan Kabupaten Bantul mencatat adanya 74 kasus baru HIV/AIDS hingga pertengahan tahun 2025. Data ini mengindikasikan bahwa penularan virus masih terus terjadi, terutama di kalangan kelompok rentan seperti Lelaki Seks Lelaki (LSL) dan pasangan berisiko tinggi (RISTI).

Penyebaran kasus terbilang merata di berbagai wilayah Bantul. Meskipun angka kasus sempat mengalami peningkatan dari 160 kasus pada tahun 2022 menjadi 180 kasus di tahun 2023, terjadi sedikit penurunan menjadi 169 kasus pada tahun 2024.

Salah satu tantangan utama adalah deteksi dini dan akses pengobatan. Stigma negatif dan keterbatasan jangkauan layanan kesehatan menjadi faktor penghambat. Hingga akhir Juli 2025, tidak ada laporan kematian akibat HIV/AIDS di Bantul. Namun, seringkali pasien meninggal dunia karena diagnosis yang terlambat atau ketidakpatuhan dalam mengonsumsi obat antiretroviral (ARV).

Dinas Kesehatan berupaya menggandeng komunitas untuk memberikan pendampingan, namun masih ada individu yang menolak bantuan. Selain itu, mobilitas tinggi kelompok berisiko seperti wanita pekerja seks (WPS), yang seringkali merupakan pendatang, mempersulit upaya penanganan. Mereka kerap berpindah tempat kerja, terutama saat ada event besar.

Untuk mengatasi hal ini, Dinas Kesehatan Bantul menerapkan berbagai strategi promotif dan kuratif untuk menekan penularan HIV. Upaya edukasi dilakukan melalui kerjasama lintas sektor dalam Rencana Aksi Daerah (RAD) yang melibatkan berbagai Organisasi Perangkat Daerah (OPD) dan LSM. Skrining juga dilakukan secara aktif, dengan mendatangi langsung lokasi-lokasi populasi berisiko.

Jika hasil skrining awal menunjukkan reaktif, pasien akan menjalani pemeriksaan lanjutan untuk memastikan diagnosis. Jika terkonfirmasi positif, pasien akan segera mendapatkan pengobatan ARV gratis dari pemerintah.

Ditekankan bahwa HIV bukanlah akhir dari segalanya. Dengan pengobatan yang teratur, virus dapat ditekan hingga level yang sangat rendah (viral suppression) sehingga tidak menular. Pemeriksaan rutin setiap enam bulan sekali diperlukan untuk memantau perkembangan kondisi pasien. Dengan kontrol yang baik, HIV bukanlah penyakit yang mematikan.

Scroll to Top