Tahukah Anda bahwa ancaman demensia tidak hanya menghantui para lansia? Ternyata, risiko kondisi ini bisa mulai terbentuk sejak masa kanak-kanak. Mari kita bedah faktor-faktor pemicu utamanya.
Banyak yang mengira demensia adalah bagian alami dari proses penuaan atau sekadar warisan genetik. Padahal, faktanya, demensia bukan semata-mata konsekuensi usia. Diperkirakan, hampir separuh kasus demensia sebenarnya bisa dicegah dengan meminimalkan paparan terhadap faktor risiko. Gaya hidup yang kurang sehat, seperti kegemukan dan kurang gerak, adalah contohnya.
Dulu, upaya pencegahan demensia umumnya fokus pada usia paruh baya (40-60 tahun). Namun, kini para ahli berpendapat bahwa intervensi sejak usia anak-anak dapat memberikan dampak yang lebih signifikan.
Mengapa Pencegahan Sejak Dini Sangat Penting?
Semakin banyak bukti menunjukkan bahwa akar demensia dapat ditarik mundur hingga masa kanak-kanak. Paparan faktor risiko pada dekade pertama kehidupan, bahkan sejak dalam kandungan, dapat berdampak panjang pada risiko demensia di kemudian hari.
Otak manusia mengalami tiga fase utama: perkembangan awal, stabilitas relatif di masa dewasa, dan penurunan fungsi di usia senja. Kebanyakan penelitian demensia berfokus pada perubahan yang terjadi saat penurunan fungsi. Namun, bukti yang berkembang menunjukkan bahwa perbedaan dalam struktur dan fungsi otak yang terkait dengan demensia pada lansia mungkin sudah ada sejak masa kanak-kanak.
Faktor Risiko Demensia di Usia Muda
Berikut adalah beberapa faktor risiko yang dapat memicu munculnya demensia pada usia muda, termasuk anak-anak dan remaja:
Pola Makan Buruk: Kebiasaan mengonsumsi makanan tinggi lemak jenuh, gula, dan makanan olahan meningkatkan risiko penyakit jantung dan obesitas, yang berkaitan erat dengan demensia.
Diabetes Tidak Terkendali: Kadar gula darah tinggi akibat diabetes yang tidak terkontrol dapat merusak pembuluh darah di otak.
Hipertensi dan Penyakit Jantung: Tekanan darah tinggi dan kolesterol tinggi merusak pembuluh darah di otak, mengganggu aliran darah, dan memicu kerusakan kognitif.
Gangguan Pendengaran: Kehilangan pendengaran yang tidak diobati dapat mengurangi stimulasi otak, berdampak pada fungsi memori dan kemampuan berpikir.
Faktor Genetik: Anak-anak dan remaja lebih mungkin mengalami demensia turunan akibat mutasi genetik. Namun, sebagian besar kasus demensia tidak diturunkan.
Cedera Otak Traumatik: Cedera kepala sedang hingga berat dapat meningkatkan risiko demensia, terutama jika terjadi berulang.
Polusi Udara: Paparan udara tercemar merupakan faktor risiko lingkungan untuk demensia.
Isolasi Sosial: Kesepian atau isolasi sosial dikaitkan dengan kurangnya aktivitas fisik, minimnya stimulasi, dan peningkatan risiko depresi, yang berkaitan dengan demensia.
Depresi: Depresi kronis yang tidak diobati berhubungan dengan peningkatan risiko demensia.
Kurang Tidur: Kurang tidur dan kualitas tidur yang buruk dapat menyebabkan penumpukan protein amiloid di otak, yang meningkatkan risiko demensia.
Pastikan anak-anak Anda memiliki pola hidup sehat dan rutin berkonsultasi dengan dokter untuk memantau tumbuh kembangnya. Pencegahan sejak dini adalah kunci untuk mengurangi risiko demensia di masa depan.