The Fed Tahan Suku Bunga, Ada Perbedaan Pendapat Soal Pelonggaran Kebijakan

Bank sentral Amerika Serikat (AS), The Federal Reserve (The Fed), kembali mempertahankan suku bunga acuannya pada level 5,25-5,50%. Keputusan ini diambil dalam rapat yang berlangsung pada Rabu waktu AS atau Kamis dini hari waktu Indonesia (31 Juli 2025). Ini adalah kelima kalinya The Fed menahan suku bunga setelah terakhir kali menurunkannya pada Desember 2024.

Sebelumnya, The Fed secara agresif menaikkan suku bunga sebesar 525 basis poin (bps) sejak Maret 2022 hingga Juli 2023. Setelah itu, suku bunga ditahan selama lebih dari setahun sebelum akhirnya dipangkas sebanyak total 100 bps pada September, November, dan Desember 2024.

Namun, keputusan kali ini diwarnai perbedaan pendapat. Dua pejabat tinggi The Fed, Gubernur Christopher Waller dan Michelle Bowman, memilih untuk memangkas suku bunga sebesar 25 bps. Hal ini menjadikan momen ini sebagai pertama kalinya sejak tahun 1993, dua gubernur menyampaikan penolakan dalam satu rapat Federal Open Market Committee (FOMC).

Sembilan anggota FOMC lainnya memilih untuk mempertahankan suku bunga, sementara satu anggota tidak hadir dan tidak memberikan suara. Perbedaan pandangan ini mencerminkan situasi kompleks yang dihadapi bank sentral.

Para pengambil kebijakan ingin melihat lebih banyak data untuk mengukur dampak perang dagang terhadap perekonomian AS, namun mereka juga menghadapi tekanan dari Gedung Putih untuk segera mengambil tindakan.

Ketua The Fed, Jerome Powell, menyatakan bahwa dampak perang dagang masih terlalu dini untuk dinilai secara pasti. Mengenai perbedaan pendapat di antara anggota FOMC, Powell menganggapnya sebagai hal yang wajar dan produktif.

Meskipun The Fed belum memangkas suku bunga, pasar memprediksi adanya potensi pemangkasan setidaknya satu kali, bahkan mungkin dua kali, sebelum akhir tahun 2025. Pemangkasan pertama diperkirakan akan terjadi pada bulan September.

Namun, Powell menekankan bahwa masih banyak ketidakpastian dalam perekonomian yang membuat keputusan tersebut belum dapat dipastikan.

Data CME FedWatch Tool menunjukkan bahwa sebelum pernyataan Powell, pelaku pasar memperkirakan peluang penurunan suku bunga di September sebesar 64%. Namun, setelah pernyataannya, ekspektasi tersebut menurun menjadi 46%.

Kekhawatiran Pasar Tenaga Kerja dan PDB AS

Pasar tenaga kerja yang selama ini menjadi pilar kekuatan ekonomi AS, mulai menunjukkan tanda-tanda pelemahan akibat dampak tarif. Tingkat pengangguran AS berada di level 4,1% pada Juni 2025, turun tipis dari 4,2% pada Mei 2025.

Data terbaru menunjukkan bahwa perusahaan swasta di AS menambah 104.000 lapangan kerja pada Juli 2025, jauh di atas ekspektasi pasar. Powell mengakui adanya pelambatan penciptaan lapangan kerja dan potensi risiko penurunan di masa depan.

Powell juga menyoroti kebijakan pengetatan imigrasi yang mempengaruhi permintaan dan pasokan tenaga kerja.

Selain pasar tenaga kerja, data Produk Domestik Bruto (PDB) juga menjadi perhatian. PDB AS tumbuh 3% pada kuartal kedua, lebih tinggi dari ekspektasi. Namun, The Fed menilai bahwa angka tersebut menutupi kelemahan mendasar dalam rincian laporan.

Reaksi Pasar dan Gejolak Politik

Bursa Wall Street menunjukkan reaksi beragam terhadap keputusan The Fed. Indeks S&P 500 turun tipis, Dow Jones melemah, sementara Nasdaq justru naik.

Beberapa analis menilai bahwa perbedaan pendapat di antara anggota FOMC bukanlah masalah besar, melainkan lebih pada waktu pemangkasan suku bunga. Mereka memperkirakan The Fed akan memangkas suku bunga pada bulan September, kecuali ada kejutan besar dalam laporan ketenagakerjaan.

Keputusan The Fed ini diambil di tengah gejolak politik di AS. Presiden Donald Trump sebelumnya secara terbuka menyerukan pengunduran diri Powell dan mengkritik kebijakan suku bunga The Fed.

Pertemuan besar berikutnya bagi The Fed adalah acara tahunan di Jackson Hole, Wyoming, pada akhir Agustus. Acara ini dinantikan oleh pelaku pasar karena biasanya menampilkan pidato kebijakan penting dari Ketua The Fed.

Scroll to Top