Guncangan Industri Nikel: Empat Smelter di Sulawesi Setop Operasi, Ribuan Pekerja Terdampak

Kabar buruk menghampiri industri nikel tanah air. Empat perusahaan smelter nikel di Sulawesi dilaporkan menghentikan aktivitas produksinya. Keputusan pahit ini diambil sebagai respons terhadap harga nikel global yang terus merosot akibat kelebihan pasokan (oversupply).

Salah satu smelter yang terkena imbas adalah PT Huadi Nickel Alloy Indonesia (HNAI), yang berlokasi di Kawasan Industri Bantaeng, Sulawesi Selatan. Perusahaan ini secara resmi menghentikan operasinya sejak 15 Juli 2025.

Penghentian operasional HNAI ini berdampak signifikan terhadap tenaga kerja. Serikat Buruh Industri Pertambangan dan Energi (SBIPE) melaporkan bahwa sekitar 1.200 karyawan, termasuk dari tiga anak usaha HNAI (PT H Wuzhou, PT H Yatai, dan PT H Yatai II), terkena dampak. Proses "merumahkan" pekerja sudah dimulai sejak awal Juli 2025, bahkan beberapa sudah dirumahkan tanpa surat resmi sejak akhir 2024. Pemerintah daerah setempat melalui Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) Kabupaten Bantaeng telah mengkonfirmasi penghentian operasi HNAI.

Meskipun demikian, manajemen HNAI membantah adanya pemutusan hubungan kerja (PHK) massal. Mereka menganggap kabar tersebut sebagai berita bohong (hoaks) dan siap menempuh jalur hukum terhadap pihak yang menyebarkan informasi yang dianggap menyesatkan.

Selain HNAI, terdapat tiga smelter nikel lainnya yang juga menghentikan operasionalnya:

  1. PT GNI (Gunbuster Nickel Industry): Penghentian produksi dipicu oleh kombinasi faktor, termasuk harga nikel yang rendah, konflik sosial, dan biaya listrik yang mahal.
  2. PT ITSS (Indonesia Tsingshan Stainless Steel): Tekanan oversupply dan kondisi pasar baja yang kurang menguntungkan menjadi penyebab utama penghentian produksi.
  3. PT VDNI (Virtue Dragon Nickel Industry): Perusahaan melakukan efisiensi kapasitas dan transisi ke teknologi HPAL (High Pressure Acid Leaching). Penurunan keuntungan akibat transisi ini berujung pada penghentian atau pengurangan lini produksi.

Kondisi ini menjadi sinyal peringatan bagi industri nikel Indonesia, menyoroti tantangan yang dihadapi dalam menjaga keberlanjutan di tengah fluktuasi harga dan dinamika pasar global.

Scroll to Top