Sebuah perkembangan signifikan mengguncang peta politik Timur Tengah. Untuk pertama kalinya, negara-negara Arab dan Muslim, termasuk Arab Saudi, Qatar, dan Mesir, secara terbuka menyerukan agar Hamas melucuti senjata dan menyerahkan kendali atas Jalur Gaza kepada Otoritas Palestina (PA).
Seruan bersejarah ini terungkap dalam deklarasi bersama yang diumumkan di sela-sela konferensi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) di New York. Deklarasi ini, yang ditandatangani oleh 22 negara anggota Liga Arab, seluruh Uni Eropa, dan 17 negara lainnya, menandai perubahan besar dalam sikap dunia Arab terhadap kelompok militan yang telah memerintah Gaza sejak 2007.
"Tata kelola, penegakan hukum, dan keamanan di seluruh wilayah Palestina harus berada di bawah kendali penuh Otoritas Palestina, dengan dukungan internasional yang memadai," demikian bunyi pernyataan bersama tersebut. "Dalam konteks mengakhiri konflik di Gaza, Hamas harus mengakhiri kekuasaannya dan menyerahkan persenjataannya kepada Otoritas Palestina."
Deklarasi tersebut juga mengutuk serangan Hamas terhadap Israel pada 7 Oktober 2023, dan mengusulkan pembentukan misi stabilisasi internasional sementara di Gaza di bawah naungan PBB.
Prancis, salah satu tuan rumah konferensi bersama dengan Arab Saudi, menggambarkan pernyataan ini sebagai momen penting. Menteri Luar Negeri Prancis Jean-Noël Barrot menyatakan bahwa untuk pertama kalinya, Arab Saudi dan negara-negara Arab serta Muslim mengutuk aksi teror 7 Oktober, menyerukan pelucutan senjata Hamas, dan menyatakan harapan untuk normalisasi hubungan dengan Israel.
Dalam langkah politik yang berpotensi memperburuk hubungan dengan Israel dan AS, Prancis mengumumkan niatnya untuk memberikan suara mendukung pengakuan negara Palestina pada bulan September. Inggris mengikuti jejaknya, dengan menyatakan hal serupa kecuali jika Israel menyetujui gencatan senjata di Gaza. Kedua pernyataan ini mendapat penolakan keras dari pemerintah Israel dan AS.
Forum Sandera dan Keluarga Hilang menyambut baik deklarasi tersebut, dengan menyatakan bahwa "Kami menyambut baik kemajuan penting ini dan pengakuan Liga Arab bahwa Hamas harus mengakhiri kekuasaannya di Gaza. Penculikan warga sipil merupakan pelanggaran terang-terangan terhadap hukum internasional dan harus dikutuk sekeras-kerasnya."
Meskipun tekanan internasional meningkat, belum ada indikasi jelas dari Hamas untuk menyerahkan kekuasaan. Beberapa pejabat kelompok tersebut bahkan memberikan pernyataan yang saling bertentangan mengenai masa depan Gaza pascakonflik.
Sementara itu, Mesir, sebagai mediator utama dalam negosiasi gencatan senjata dengan Qatar, sebelumnya telah menyusun rencana pemerintahan pascakonflik tanpa keterlibatan Hamas. Draf rencana tersebut mengusulkan pembentukan komite Palestina sementara yang akan mengambil alih kendali Gaza sebelum diserahkan ke PA.
Arab Saudi juga terus mendorong kebangkitan solusi dua negara sebagai jalan keluar dari konflik yang berkepanjangan ini.