Cianjur – Di tengah gegap gempita perkembangan teknologi dan derasnya arus informasi di perkotaan, nasib pilu menghantui warga di pesisir dan pelosok Cianjur. Banyak kampung dan desa di Jawa Barat ini masih terisolasi dari sinyal seluler dan akses internet, menciptakan wilayah yang dikenal sebagai blank spot.
Demi terhubung dengan dunia luar, warga terpaksa mendaki bukit, mencari lahan terbuka, bahkan menyusuri persawahan hanya untuk mendapatkan secercah sinyal. Keterlambatan informasi menjadi makanan sehari-hari bagi mereka yang terkurung dalam wilayah blank spot ini.
Kisah pilu ini salah satunya dapat disaksikan di Kampung Cibaregbeg, Desa Karyabakti, Kecamatan Cidaun. Terletak di perbatasan empat kecamatan (Cidaun, Naringgul, Cikadu, dan Sindangbarang) dan dikelilingi perbukitan, kampung ini seolah terkunci dari jangkauan sinyal seluler dan internet.
Pemandangan anak-anak berkumpul di lapangan MI Cibaregbeg menjadi hal lumrah. Letak sekolah yang berada di atas bukit memungkinkan mereka mendapatkan sinyal dan mengakses internet. Rumah-rumah bertingkat pun menjadi oase bagi remaja dan orang dewasa yang haus akan koneksi.
"Sudah puluhan tahun kami kesulitan sinyal. Sampai sekarang masih sama. Kalau mau dapat sinyal, ya ke lapangan sekolah atau numpang di rumah tetangga yang bertingkat," ungkap Sumiati (40), seorang warga.
Bahkan, di malam hari, beberapa warga rela meletakkan ponsel mereka di ambang pintu, berharap keajaiban sinyal menghampiri.
Kondisi serupa juga terjadi di Kampung Pasirjambu, Desa Hegarsari, Kecamatan Sindangbarang. Warga di pesisir pantai Selatan Jawa Barat ini harus berjuang keras untuk mendapatkan sinyal. Tak jarang, mereka harus berjalan ke pantai atau ke tengah sawah.
"Di sini, biasanya ke pantai atau tengah sawah buat cari sinyal dan internet. Makanya kalau siang atau sore, sering lihat warga, terutama anak-anak, kumpul di pantai atau gubuk di sawah. Ya, lagi cari sinyal," kata Sutiawan (28), warga Kampung Pasirjambu.
Minimnya sinyal dan akses internet berdampak signifikan pada keterlambatan informasi yang diterima warga. Bahkan, dalam hal fashion dan media sosial, mereka tertinggal beberapa tahun dari warga perkotaan.
"Kejadian kecelakaan maut yang menewaskan kades di Agrabinta saja baru tahu dua hari setelah kejadian. Padahal lokasinya tidak terlalu jauh. Apalagi soal fashion atau medsos, kita ketinggalan. Fashion yang ramai di kota dua tahun lalu, baru ramai dipakai sekarang. Kalau medsos, yang lain sudah pakai Instagram, X, atau Thread, di sini baru ramai Facebook dan TikTok," lanjut Sutiawan.
Sekretaris Dinas Kominfo Kabupaten Cianjur, Gagan Rusganda, mengakui bahwa berdasarkan data Kominfo, ada sekitar 6 desa yang masih blank spot. Namun, ia juga tidak menampik data dari Opendata Jawa Barat yang menyebutkan masih ada 85 desa yang belum terjangkau jaringan seluler atau internet.
"Kalau data di kami hanya kantor desa yang masih blank spot, total ada 6 desa lagi. Kalau data Jabar itu lebih umum, mungkin memang ada puluhan desa yang belum terjangkau internet dan sinyal. Tapi itu tidak berarti seluruh desanya tidak terjangkau, biasanya hanya di beberapa kampung di desa tersebut," jelasnya.
Bupati Cianjur, Muhammad Wahyu, menyatakan bahwa Pemkab terus berupaya mengatasi permasalahan daerah blank spot melalui berbagai program, mulai dari menyediakan akses internet di kantor desa, bekerja sama dengan BUMDes dalam penyediaan akses internet, hingga bekerja sama dengan penyedia jaringan GSM untuk memperkuat dan menambah cakupan sinyal seluler GSM dengan bantuan antena repeater.
"Kita pasti berusaha semaksimal mungkin untuk menyelesaikan daerah blank spot. Kami jalankan berbagai hal agar seluruh wilayah di Cianjur mudah mendapatkan sinyal dan internet agar arus informasi bisa mudah diterima. Kami upayakan ke depan tidak ada lagi daerah yang susah sinyal atau internet," pungkasnya.