Jakarta – Keputusan Presiden Prabowo Subianto memberikan amnesti kepada Sekjen PDI-P Hasto Kristiyanto dan abolisi kepada mantan Menteri Perdagangan Tom Lembong menuai sorotan. Mantan Menko Polhukam Mahfud MD menilai langkah ini sebagai strategi cerdas dalam penegakan keadilan di Indonesia.
Mahfud berpendapat, kebijakan ini lebih dari sekadar pengampunan. Ini adalah pesan kuat bahwa penyalahgunaan hukum untuk kepentingan politik tak lagi ditoleransi. "Presiden Prabowo mengambil langkah strategis dalam penegakan keadilan dengan memberi amnesti kepada Hasto dan abolisi kepada Tom Lembong," tulis Mahfud melalui akun X pribadinya pada 1 Agustus 2025.
Mahfud menekankan, politik tak boleh lagi menjadi alat untuk memanipulasi hukum. Jika hal itu terjadi, Presiden memiliki wewenang untuk menghentikannya.
Keputusan ini muncul tak lama setelah vonis pengadilan terhadap Hasto dan Tom Lembong. Keduanya termasuk dalam daftar nama yang diajukan Presiden Prabowo kepada DPR untuk mendapatkan pertimbangan. DPR pun menyetujui usulan tersebut.
Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad mengumumkan persetujuan parlemen atas surat Presiden terkait abolisi Tom Lembong dan amnesti terhadap lebih dari seribu narapidana, termasuk Hasto Kristiyanto. Langkah ini didasarkan pada Pasal 14 ayat (2) UUD 1945 dan Undang-Undang Darurat Nomor 11 Tahun 1954.
Menteri Hukum dan HAM Supratman Andi Agtas mengungkapkan bahwa usulan ini diajukan atas dasar pertimbangan persatuan nasional. "Pertimbangannya demi kepentingan bangsa dan negara, berpikirnya tentang NKRI. Yang kedua adalah kondusivitas dan merajut rasa persaudaraan di antara semua anak bangsa," ujar Supratman. Menurutnya, langkah ini strategis untuk memperkuat harmoni politik nasional.
Sebelumnya, Tom Lembong divonis 4 tahun 6 bulan penjara dalam kasus impor gula kristal mentah. Sementara Hasto Kristiyanto divonis 3 tahun 6 bulan penjara dalam kasus suap pergantian antar waktu (PAW) anggota DPR.