Jakarta – Pemerintah Prancis mengkritik keras sistem penyaluran bantuan kemanusiaan di Gaza yang mendapatkan dukungan dari Amerika Serikat dan Israel. Mereka menilai sistem tersebut justru memicu kekerasan dan pertumpahan darah, sehingga mendesak untuk segera dihentikan.
Menteri Luar Negeri Prancis, Jean-Noel Barrot, menyatakan bahwa kegiatan Yayasan Kemanusiaan Gaza yang mengelola distribusi bantuan secara militeristik telah menyebabkan insiden berdarah di jalur penyaluran. Ia menyebut hal ini sebagai sebuah skandal yang memalukan dan harus diakhiri.
Prancis sendiri telah mengumumkan rencana pengiriman bantuan kemanusiaan melalui udara ke Gaza, dimulai pada Jumat, 1 Agustus. Sebanyak 40 ton bantuan akan dikirimkan bekerja sama dengan pemerintah Yordania.
Selain melalui udara, Prancis juga berupaya mengirimkan bantuan melalui jalur darat. Namun, saat ini 52 ton bantuan masih tertahan di wilayah utara Mesir, menunggu izin masuk.
Pemerintah Prancis menekankan pentingnya bagi Israel untuk membuka kembali akses darat ke Jalur Gaza, guna meringankan penderitaan warga sipil. Meskipun Israel telah membuka wilayah udara dan darat untuk pengiriman bantuan sebagai respons terhadap tekanan internasional, situasi kelaparan di Gaza masih sangat memprihatinkan. Kementerian Kesehatan Gaza melaporkan lebih dari 100 orang, sebagian besar anak-anak, telah meninggal dunia akibat kelaparan.