Nilai tukar rupiah memulai perdagangan Jumat (1/8/2025) dengan catatan suram, menembus level psikologis terhadap dolar AS. Pada pembukaan pasar, mata uang Garuda ini melemah 0,30% ke posisi Rp16.500 per dolar AS, level terendah sejak Mei 2025.
Indeks dolar AS (DXY) juga menunjukkan tren penguatan. Pada pukul 09.00 WIB, DXY menguat 0,15% ke level 100,11, mencatatkan level terkuat sejak 30 Mei 2025.
Tekanan terhadap rupiah diperparah oleh sentimen negatif dari dalam negeri. Sektor manufaktur Indonesia kembali mengalami kontraksi pada Juli 2025. Data dari S&P Global menunjukkan Purchasing Managers’ Index (PMI) berada di angka 49,2, di bawah ambang batas 50 yang menandakan kontraksi.
S&P Global mencatat bahwa sektor manufaktur Indonesia mengalami penurunan di awal semester kedua 2025. Meskipun demikian, laju kontraksi melambat dibandingkan bulan sebelumnya, karena penurunan output dan pesanan baru tidak separah Juni. Pesanan ekspor baru juga mengalami penurunan. Ketenagakerjaan dan aktivitas pembelian masih berada di zona negatif. Ekspektasi bisnis untuk 12 bulan ke depan merosot ke level terendah sejak survei dimulai pada April 2012, mencerminkan keraguan pelaku industri terhadap pemulihan.
Tekanan inflasi juga menjadi perhatian. Harga input mengalami kenaikan paling tajam dalam empat bulan terakhir, mendorong produsen menaikkan harga jual produk dengan laju tercepat sejak April 2025.
Dari faktor eksternal, penguatan indeks dolar AS terus berlanjut selama enam hari berturut-turut, menunjukkan permintaan yang tinggi terhadap dolar AS, yang berpotensi menekan nilai tukar negara berkembang, termasuk rupiah.