Jakarta – Sektor manufaktur Indonesia masih menunjukkan tanda-tanda kontraksi pada bulan Juli 2025. Indeks Manajer Pembelian (PMI) Manufaktur yang dirilis menunjukkan angka 49,2. Angka ini menandakan bahwa aktivitas manufaktur telah mengalami kontraksi selama empat bulan berturut-turut.
Sebelumnya, PMI tercatat 46,7 pada April, 47,4 pada Mei, dan 46,9 pada Juni. PMI menggunakan ambang batas 50 untuk membedakan antara ekspansi dan kontraksi. Angka di atas 50 mengindikasikan ekspansi, sementara di bawahnya menandakan kontraksi.
Meskipun demikian, laju kontraksi pada Juli sedikit melambat dibandingkan bulan sebelumnya. Penurunan ini disebabkan oleh penurunan output dan pesanan baru yang tidak separah bulan Juni. Pesanan ekspor baru kembali mengalami penurunan, sementara tingkat perekrutan tenaga kerja dan aktivitas pembelian tetap berada di zona negatif.
Survei yang dilakukan pada pertengahan Juli menunjukkan bahwa sebagian besar responden belum merasakan dampak dari perjanjian dagang dengan Amerika Serikat yang diumumkan pada 22 Juli. Ekspektasi pertumbuhan untuk satu tahun ke depan juga mengalami penurunan, dengan tingkat kepercayaan bisnis mencapai titik terendah sejak survei ini pertama kali diadakan pada April 2012.
Di sisi lain, biaya produksi terus meningkat tajam, mencatatkan kenaikan tercepat dalam empat bulan terakhir. Akibatnya, harga jual produk dinaikkan dengan laju tercepat sejak April.
Penyebab Kontraksi: Permintaan Ekspor Menurun
Penyebab utama dari kontraksi PMI pada Juli adalah berlanjutnya penurunan tingkat produksi. Para pelaku industri melaporkan bahwa penurunan output ini disebabkan oleh lemahnya pesanan baru. Meskipun demikian, laju penurunan pesanan baru sedikit melambat selama bulan Juli.
Permintaan dari luar negeri terhadap produk manufaktur Indonesia kembali mengalami kontraksi untuk ketiga kalinya dalam empat bulan terakhir, setelah sempat stabil pada bulan Juni. Produsen mengindikasikan bahwa tekanan harga meningkat pada awal paruh kedua tahun 2025. Inflasi biaya mencapai titik tertinggi dalam empat bulan, dipicu oleh kenaikan harga bahan baku dan fluktuasi nilai tukar yang kurang menguntungkan. Kenaikan biaya ini sebagian diteruskan kepada konsumen, meskipun inflasi harga jual hanya moderat.
Sejalan dengan tren pesanan baru, jumlah pekerjaan yang belum diselesaikan (backlogs) terus menurun selama empat bulan berturut-turut. Perusahaan menggunakan stok barang jadi yang tersedia untuk memenuhi pesanan, yang menyebabkan penurunan stok pasca-produksi selama empat bulan berturut-turut.
Aktivitas pembelian juga mengalami penurunan dengan laju moderat selama bulan Juli, karena perusahaan mengurangi kebutuhan produksi. Perusahaan berusaha untuk mengurangi stok bahan baku, yang menyebabkan penurunan stok pembelian selama empat bulan berturut-turut. Namun, ada laporan mengenai tekanan tambahan pada pemasok, karena rata-rata waktu pengiriman bahan baku mengalami keterlambatan.
Biaya Input Terus Melonjak
Produsen barang di Indonesia kembali melaporkan kenaikan harga input. Tingkat inflasi biaya input cukup tinggi dan merupakan yang tertinggi sejak Maret. Kenaikan harga ini terkait dengan kenaikan harga bahan baku dan fluktuasi nilai tukar. Perusahaan berusaha untuk meneruskan kenaikan biaya input kepada konsumen dengan menaikkan harga jual, namun laju inflasi harga jual tetap moderat.
Ketenagakerjaan dan Prospek ke Depan
Survei juga menunjukkan bahwa perusahaan masih melakukan efisiensi, yang tercermin dari penurunan tingkat perekrutan tenaga kerja dan aktivitas pembelian. Tingkat perekrutan tenaga kerja masih dikurangi, meskipun laju pengurangannya melambat dibandingkan bulan Juni.
Meskipun demikian, produsen manufaktur Indonesia masih memiliki harapan positif terhadap prospek satu tahun ke depan. Namun, tingkat keyakinan ini menurun tajam dibandingkan bulan Juni dan menjadi yang terlemah sejak survei ini dimulai pada April 2012. Optimisme ini didukung oleh harapan perbaikan ekonomi dan penurunan harga bahan baku. Akan tetapi, perusahaan juga mengkhawatirkan tarif yang diberlakukan oleh AS dan melemahnya daya beli konsumen.