Jakarta – Gelombang perang dagang jilid II antara Amerika Serikat dan China semakin intensif. Kedua negara saling menaikkan tarif impor secara signifikan, bahkan melebihi 100 persen.
Pada hari Jumat, Presiden Donald Trump meningkatkan tarif untuk semua barang asal Beijing hingga 145 persen, setelah sebelumnya mengumumkan kenaikan menjadi 125 persen sehari sebelumnya.
Tidak tinggal diam, Presiden China Xi Jinping merespons dengan menaikkan tarif untuk semua produk Amerika Serikat yang masuk ke negaranya menjadi 125 persen. Ia menegaskan bahwa China tidak gentar dengan ancaman tarif dari AS.
"Selama lebih dari 70 tahun, China mengandalkan kemandirian dan kerja keras, tidak bergantung pada bantuan siapapun, apalagi takut pada penindasan yang tidak masuk akal," ujar Xi Jinping kepada Perdana Menteri Spanyol Pedro Sanchez di Beijing.
Perang dagang antara China dan AS sebenarnya sudah dimulai sejak masa pemerintahan pertama Trump, dengan penetapan tarif awal sebesar 10 persen. Namun, kebijakan ini sempat mereda setelah Joe Biden menjabat.
Setelah kembali menjabat sebagai presiden pada 20 Januari 2025, Trump kembali menghidupkan perang dagang, awalnya menyasar Kanada, Meksiko, dan China.
Pada 9 April, Trump mengumumkan penerapan tarif resiprokal kepada 57 negara, termasuk Indonesia dengan tarif 32 persen. Akan tetapi, beberapa jam kemudian, implementasi tarif untuk 56 negara ditunda selama 90 hari, sementara China tetap dikenakan tarif.
Situasi inilah yang memicu eskalasi perang dagang, dengan tarif untuk China meningkat dari 104 persen menjadi 125 persen. China pun membalas dengan menaikkan tarif untuk produk AS menjadi 84 persen.
Setelah balasan dari China, AS kembali menaikkan tarif untuk produk China menjadi 145 persen.
Melalui pernyataan pada Kamis, Gedung Putih menjelaskan bahwa tarif resiprokal 125 persen untuk China tersebut merupakan tambahan di luar tarif 20 persen yang sudah berlaku sebelumnya.
China kembali membalas dengan mengumumkan kenaikan tarif impor barang asal Amerika dari 84 persen menjadi 125 persen.
Namun, melalui kenaikan ini, Beijing mengisyaratkan bahwa mereka tidak akan terus meladeni perang tarif AS dengan menaikkan tarif impor barang dari Amerika Serikat melebihi 125 persen.