Mengapa Larangan Justru Memicu Pembangkangan: Memahami Reaktansi Psikologis

Pernahkah Anda merasa kesal ketika anak atau siswa justru melakukan hal yang dilarang? Alih-alih menurut, mereka malah melanjutkan, bahkan dengan ekspresi menantang. Fenomena ini bukan sekadar kenakalan biasa, melainkan sebuah respons psikologis yang disebut reaktansi psikologis.

Reaktansi psikologis adalah dorongan alami manusia untuk mempertahankan kebebasan memilih dan bertindak. Ketika kebebasan ini terancam oleh larangan atau peringatan keras, seseorang cenderung melawan untuk memulihkan perasaan bebasnya. Ini adalah bentuk perlawanan terhadap kontrol dari luar.

Mengapa remaja yang dilarang berpacaran justru semakin nekat? Mengapa aturan yang ketat tanpa penjelasan yang jelas justru dilanggar? Jawabannya adalah reaktansi. Ini bukan hanya terjadi pada anak-anak atau remaja, tetapi juga pada orang dewasa.

Reaktansi sering disalahartikan sebagai keras kepala. Padahal, ini adalah respons alamiah ketika seseorang merasa haknya dirampas. Beberapa pemicu reaktansi antara lain:

  • Gaya komunikasi yang otoriter
  • Ancaman terhadap harga diri atau kemandirian
  • Larangan tanpa alasan yang logis

Pendekatan yang terlalu keras, baik dalam keluarga, sekolah, maupun kebijakan publik, justru bisa memicu pembangkangan. Peringatan keras yang bertujuan membuat orang takut justru bisa memperkuat keinginan untuk melawan.

Lalu, bagaimana cara menghindari reaktansi?

Kuncinya adalah komunikasi yang baik. Pendekatan persuasif dengan memberikan pilihan atau alasan yang masuk akal lebih efektif dalam menurunkan resistensi. Ajak anak atau siswa berpikir bersama, bukan sekadar memerintah. Buka ruang dialog dan transparansi, hindari menggertak dengan aturan sepihak.

Reaktansi psikologis mencerminkan bahwa manusia adalah makhluk merdeka yang tidak hanya bergerak karena perintah, tetapi juga karena pemahaman. Dalam masyarakat yang terdidik dan kritis, komunikasi satu arah hanya akan memicu penolakan. Jika ingin ditaati, mulailah dengan menghormati. Jika ingin diikuti, tunjukkan bahwa larangan adalah bentuk kepedulian, bukan kontrol.

Manusia tidak hanya butuh diberi tahu, tetapi juga ingin merasa dihargai dalam memilih.

Scroll to Top