Polemik Larangan Tantiem Komisaris BUMN: Antara Standar Global dan Realitas Lokal

Kebijakan baru BPI Danantara yang meniadakan tantiem dan insentif kinerja bagi komisaris BUMN dan anak perusahaannya menuai kontroversi. Kritikan keras datang dari Komisaris Utama PT Pertamina Hulu Energi, Denny Januar Ali, yang menyuarakan pendapatnya melalui tulisan berjudul "Yang Benar dan Yang Keliru dalam Keputusan Kontroversial Danantara".

Denny berpendapat, larangan ini mengabaikan struktur dan beban kerja komisaris BUMN di Indonesia. Kebijakan ini dianggap tidak tepat sasaran karena memaksakan standar internasional yang tidak sesuai dengan sistem tata kelola korporasi domestik yang menganut two tier board.

Menurutnya, kebijakan ini tepat dalam konteks negara dengan sistem one tier board, seperti Inggris dan Amerika Serikat. Dalam model tersebut, non-executive director seringkali hanya menjadi pelengkap tanpa terlibat aktif dalam strategi perusahaan. Pemberian tantiem dianggap berpotensi menimbulkan konflik kepentingan.

Namun, lanjut Denny, penerapan kebijakan ini di Indonesia kurang tepat. Sistem two tier board yang diterapkan di Indonesia secara tegas memisahkan peran direksi (eksekutif) yang menjalankan operasional perusahaan, dan dewan komisaris (pengawas) yang bertugas mengawasi, memberikan nasihat strategis, dan memastikan tata kelola perusahaan berjalan dengan baik. Komisaris BUMN di Indonesia terlibat aktif dalam komite audit, risiko, dan investasi, serta memikul tanggung jawab hukum dan reputasi yang sama dengan direksi.

Denny juga memperingatkan bahwa kebijakan ini dapat menurunkan kualitas pengawasan perusahaan pelat merah dan memicu seleksi negatif. Tanpa insentif yang memadai, jabatan komisaris hanya akan menarik individu yang kurang kompeten atau hanya mengejar jabatan tanpa memberikan kontribusi yang berarti.

Lebih jauh, Denny khawatir komisaris akan cenderung diam dan enggan mengoreksi kesalahan perusahaan. Dalam sistem pengawasan, sikap diam dapat menjadi lebih berbahaya daripada kritik terbuka.

Sebagai informasi, BPI Danantara melarang pemberian tantiem, insentif kinerja, insentif khusus, dan/atau insentif jangka panjang kepada dewan komisaris BUMN dan anak usahanya. Kebijakan ini tertuang dalam Surat S-063/DI-BP/VII/2025 dan mulai berlaku untuk tahun buku 2025.

Larangan ini bertujuan untuk menerapkan standar tata kelola perusahaan yang baik, baik di tingkat nasional maupun internasional, demi menjaga kepentingan BUMN dan seluruh pemangku kepentingan. Sementara itu, direksi BUMN dan anak usahanya masih berhak mendapatkan tantiem dan insentif yang terkait dengan kinerja perusahaan, asalkan didasarkan pada laporan keuangan yang akurat dan berkelanjutan.

CEO BPI Danantara, Rosan Roeslani, menjelaskan bahwa larangan tantiem bagi komisaris sejalan dengan praktik terbaik global yang menyatakan bahwa komisaris tidak seharusnya menerima kompensasi berbasis kinerja perusahaan. Insentif bagi direksi harus sepenuhnya berbasis pada kinerja operasional perusahaan yang sebenarnya dan laporan keuangan yang mencerminkan kondisi riil. Langkah ini merupakan bagian dari upaya BPI Danantara untuk membangun sistem pengelolaan BUMN yang lebih akuntabel, efisien, dan berorientasi pada kepentingan publik.

Scroll to Top