Jakarta – Bank Tabungan Negara (BTN) meluncurkan model pembinaan debitur baru bernama Business Process Improvement (BPI) Monoline Collection, yang dikelola langsung oleh kantor pusat. Langkah ini diambil untuk meningkatkan efisiensi dalam penagihan dan eksekusi kredit bermasalah.
Sebagai proyek percontohan, BTN memilih wilayah Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara (Jabalnusra). Peluncuran BPI ini juga menjadi wujud komitmen BTN dalam menerapkan tata kelola perusahaan yang baik dan menciptakan inovasi bisnis yang berkelanjutan.
Direktur Utama BTN, Nixon LP Napitupulu, menyatakan bahwa optimalisasi strategi collection and recovery merupakan poin penting dalam strategi perusahaan di tahun 2025. Dengan adanya penyempurnaan ini, BTN menargetkan rasio kredit bermasalah (NPL) gross berada di level 3,04% pada akhir tahun ini.
"Dengan roll out massal inisiatif ini, kami berharap dapat mendorong pencapaian target NPL yang telah ditetapkan," ujar Nixon.
Nixon menambahkan bahwa risiko kredit bermasalah saat ini menghadapi berbagai tantangan, seperti kondisi ekonomi global dan domestik. Dinamika pasca Covid-19, ketegangan geopolitik, dan ketidakpastian lainnya berdampak pada PHK, kenaikan biaya hidup, inflasi, dan perang dagang, yang memperburuk risiko kredit bermasalah.
BTN melihat perlunya transformasi proses bisnis secara menyeluruh untuk mengatasi tantangan tersebut. "Biaya collection and recovery saat ini masih tinggi, karena biaya transportasi dan lain-lain semakin mahal, serta adanya tumpang tindih di kantor cabang. Dengan penyempurnaan sistem collection dan strategi recovery, kami berharap dapat memperkuat risk underwriting dan menjaga cost of credit di bawah 1,2%," jelasnya.
Peluncuran BPI ini juga sejalan dengan upaya penguatan holistic banking propositions serta kapabilitas untuk melayani dengan skala yang lebih besar. BTN tidak hanya ingin dikenal sebagai bank yang menjual KPR, tetapi juga menawarkan paket produk yang holistik.
Direktur Risk Management BTN, Setiyo Wibowo, menilai transformasi penagihan kredit ini menjadi momentum yang tepat, mengingat kondisi makroekonomi dan kinerja bisnis perseroan yang relatif baik. Tahun ini, tekanan suku bunga sudah turun dan biaya dana mulai melandai. Tujuan akhir BTN adalah mengurangi biaya cadangan kerugian penurunan nilai (CKPN).
"Kalau itu bisa diperbaiki, kita bisa gunakan biayanya untuk menghasilkan revenue dan meningkatkan profitabilitas," kata Setiyo.
BTN memiliki 2.000 staf dan tenaga collection di seluruh Indonesia. Perseroan berkomitmen untuk melakukan improvement pada proses bisnis collection dengan mencontoh bank-bank top internasional. Salah satu praktik terbaik yang diterapkan adalah penggunaan teknologi otomasi, termasuk chatbot untuk proses penagihan kepada debitur. BTN juga akan mengubah sistem terdistribusi menjadi regionalisasi atau cluster-based.