Sensor gas berbasis oksida logam nano sangat sensitif terhadap perubahan udara, namun rentan terhadap ketidakstabilan pada suhu tinggi. Ilmuwan dari Universitas Negeri Lomonosov Moskow menyelidiki penyebab penurunan kinerja sensor seiring waktu dan menemukan solusi inovatif.
Penelitian mereka menunjukkan bahwa berkurangnya efisiensi sensor gas disebabkan oleh perbaikan cacat dalam struktur kristal oksida logam, khususnya kekosongan oksigen. Kekosongan oksigen, yang terbentuk selama proses sintesis material, sangat penting karena menentukan konsentrasi elektron bebas yang berperan dalam sifat semikonduktor material. Pada suhu tinggi, kekosongan ini terisi oleh oksigen dari atmosfer, mengurangi jumlah elektron bebas dan menurunkan sensitivitas sensor. Proses ini berlangsung secara bertahap selama lebih dari sebulan.
Untuk mengatasi masalah ini, tim peneliti mengadopsi pendekatan yang tidak konvensional. Mereka secara sengaja meningkatkan jumlah kekosongan oksigen pada tahap sintesis material. Alina Sagitova menjelaskan bahwa mereka menambahkan pengotor penangkap elektron ke dalam struktur oksida untuk menciptakan kekosongan oksigen buatan. Mereka juga menambahkan pengotor dengan kelebihan elektron untuk mengimbangi hilangnya pembawa muatan bebas dan mempertahankan sifat semikonduktor material.
Pendekatan ini pada dasarnya menggantikan pembawa muatan intrinsik dengan pembawa muatan yang dihasilkan oleh pengotor. Dengan meningkatkan jumlah kekosongan oksigen secara terkontrol, sensor gas diharapkan menjadi lebih stabil dan mempertahankan kinerjanya dalam jangka waktu yang lebih lama, membuka jalan bagi aplikasi yang lebih andal dan efisien.