Amnesti Hasto dan Abolisi Tom Lembong: Kontroversi dan Makna di Balik Kebijakan Prabowo

Keputusan Presiden Prabowo Subianto memberikan amnesti kepada Hasto Kristiyanto dan abolisi kepada Tom Lembong, mantan Menteri Perdagangan, telah memicu perdebatan luas di berbagai kalangan. Langkah ini dianggap mengejutkan dan menimbulkan pertanyaan tentang implikasi hukum serta politiknya.

Amnesti untuk Hasto Kristiyanto

Hasto Kristiyanto, yang sebelumnya menjabat sebagai Sekretaris Jenderal PDIP, terseret dalam kasus suap terkait pengurusan pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR periode 2019-2024 untuk Harun Masiku. KPK menetapkannya sebagai tersangka atas dugaan suap dan upaya menghalangi penyidikan terhadap Harun Masiku pada Desember 2024.

Setelah melalui proses persidangan, Hasto divonis 3,5 tahun penjara atas dakwaan memberi suap kepada mantan komisioner KPU, Wahyu Setiawan. Meskipun vonis tersebut lebih ringan dari tuntutan jaksa yang mencapai 7 tahun, KPK berencana mengajukan banding. Namun, sebelum banding diajukan, Prabowo memberikan amnesti kepada Hasto, mengakhiri proses hukum yang sedang berjalan.

Abolisi untuk Tom Lembong

Sementara itu, Tom Lembong divonis 4,5 tahun penjara dan denda Rp 750 juta terkait kasus impor gula. Hakim menyatakan bahwa Tom bersalah melanggar Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor). Meskipun Tom tidak dibebani uang pengganti karena tidak menerima keuntungan pribadi dari kasus tersebut, hakim menilai perbuatannya telah merugikan masyarakat.

Tom Lembong sempat menyampaikan pembelaan, menuding adanya tebang pilih dalam penetapan tersangka kasus impor gula. Ia menunjuk pada importasi gula yang juga dilakukan oleh koperasi, namun tidak ada tersangka dari pihak koperasi.

Kejaksaan Agung mendakwa Tom memperkaya diri sendiri dan orang lain dalam kasus ini, menyebabkan kerugian negara sebesar Rp 515 miliar. Sebelum proses banding sempat diajukan, Prabowo memberikan abolisi kepada Tom Lembong.

Pandangan Akademisi: AM Hendropriyono

Jenderal TNI (Purn) AM Hendropriyono menjelaskan bahwa amnesti dan abolisi adalah hak konstitusional Presiden yang tercantum dalam Pasal 14 UUD 1945. Dari sudut pandang akademis, kedua tindakan ini merupakan mekanisme pengampunan negara yang strategis.

Hendropriyono menambahkan bahwa dalam kasus Tom Lembong, abolisi dapat diartikan sebagai upaya menghindari polarisasi politik berbasis kriminalisasi opini atau tindakan ekonomi. Sementara itu, amnesti untuk Hasto Kristiyanto menunjukkan pendekatan restoratif terhadap friksi politik, menjaga stabilitas dalam masa transisi pemerintahan.

Menurutnya, keputusan ini tidak serta merta merupakan intervensi kekuasaan terhadap hukum. Sebaliknya, ini adalah bagian dari sistem check and balance dalam negara hukum demokratis. Kekuasaan presiden untuk memberikan pengampunan adalah koridor konstitusional yang dapat digunakan secara bijak demi kepentingan umum yang lebih besar.

Hendropriyono menekankan pentingnya bagi mahasiswa hukum dan politik untuk mempelajari kapan pengampunan negara dibenarkan secara moral dan hukum, bagaimana hukum bisa bersifat restoratif, dan bahwa hukum tidak boleh didasarkan pada dendam. Kasus ini menjadi "laboratorium demokrasi" untuk menguji fungsi lembaga negara lain sebagai pengimbang, kemampuan media dan masyarakat sipil membedakan antara pencitraan dan substansi hukum, serta kesadaran publik tentang pertanggungjawaban etis dalam pemaafan politik.

Scroll to Top