Royalti Musik: Bukan Beban, tapi Penghargaan bagi Pencipta

Polemik royalti musik kembali mencuat. Ketua Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN) menanggapi anggapan bahwa kewajiban membayar royalti memberatkan pelaku usaha kecil seperti kafe dan restoran.

Ketua LMKN menegaskan bahwa pembayaran royalti adalah kewajiban hukum sekaligus bentuk apresiasi terhadap hak cipta para musisi. Berikut adalah poin-poin penting dari pernyataan tersebut:

1. Narasi Royalti Mematikan Usaha Kecil Tidak Tepat

LMKN menyayangkan adanya informasi yang dianggap menyesatkan, seolah royalti musik mengancam kelangsungan bisnis kafe atau restoran. Pendapat ini dinilai tidak berdasar karena tidak memahami peraturan yang berlaku.

2. Royalti Dilindungi Undang-Undang Hak Cipta

Pembayaran royalti bukanlah pungutan liar, melainkan amanat Undang-Undang Hak Cipta yang melindungi karya musik dan pemiliknya. Penggunaan musik sebagai hiburan wajib disertai dengan pembayaran royalti.

3. Suara Alam Pun Kena Royalti?

Upaya menghindari royalti dengan memutar suara alam atau rekaman non-musik lainnya tidak serta merta bebas dari kewajiban. Produser rekaman suara-suara tersebut tetap memiliki hak yang dilindungi.

4. Lagu Internasional Juga Wajib Bayar

Royalti juga berlaku untuk lagu-lagu dari luar negeri. Indonesia terikat perjanjian internasional yang mengharuskan pembayaran royalti atas penggunaan karya musik mancanegara.

5. Tarif Royalti Resmi dan Terukur

Penetapan tarif royalti bukan tanpa dasar. Semuanya telah diatur secara resmi oleh pemerintah, berdasarkan SK Menkumham. Untuk restoran dan kafe, tarif royalti sekitar Rp120.000 per kursi per tahun (gabungan hak pencipta dan hak terkait), atau hanya sekitar Rp10.000 per bulan per kursi.

Scroll to Top