Bareskrim Polri Tetapkan Tersangka Baru dalam Kasus Beras Tak Sesuai Standar Mutu

Bareskrim Polri kembali menetapkan tiga orang tersangka baru dalam kasus dugaan produksi dan penjualan beras yang tidak memenuhi standar mutu. Kali ini, penetapan tersangka dilakukan terhadap tiga individu dari PT PIM (PT Wilmar Padi Indonesia), setelah sebelumnya menetapkan tersangka dari PT FS.

PT PIM diketahui memproduksi beras premium dengan merek dagang populer seperti Sania, Sofia, Fortune, dan Siip. Dari hasil penyelidikan mendalam, pihak kepolisian menyita sejumlah besar barang bukti, termasuk 13.740 karung dan 58,9 ton beras patah yang dikemas dalam ukuran 2,5 dan 5 kg. Selain itu, disita pula 53,150 ton beras patah dalam kemasan karung, 5,750 ton beras patah kecil dalam kemasan karung, dokumen produksi, dokumen perawatan mesin, serta peralatan produksi lainnya.

Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Dirtipideksus) Bareskrim Polri, Helfi Assegaf, menjelaskan bahwa kasus ini bermula dari laporan masyarakat terkait peredaran beras yang tidak sesuai dengan standar mutu yang ditetapkan. Setelah melakukan penyelidikan dan gelar perkara, status kasus ditingkatkan menjadi penyidikan.

Satgas Pangan Polri kemudian mengumpulkan bukti-bukti dan fakta, termasuk melakukan uji laboratorium terhadap sampel beras yang disita. Sebanyak 24 saksi dari PT PIM, ahli uji mutu dari Kementerian Pertanian (Kementan), ahli perlindungan konsumen, dan ahli pidana telah dimintai keterangan.

"Penyidik telah melakukan penggeledahan dan penyitaan barang bukti dengan melibatkan Puslabfor Polri. Kami menemukan bukti yang cukup untuk menetapkan tersangka yang bertanggung jawab atas produksi dan peredaran beras premium yang tidak memenuhi standar mutu yang tertera pada label kemasan. Komposisi beras tidak sesuai dengan standar mutu SNI 6128:2020 yang ditetapkan dalam Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) No 31/2017 dan Peraturan Badan Pangan Nasional (Perbadan) Nomor 2/2023," ungkap Helfi.

Lebih lanjut, Helfi mengungkapkan bahwa tidak ada instruksi khusus dari Direksi PT PIM untuk memastikan kesesuaian dengan standar mutu beras yang berlaku. Bahkan, setelah adanya temuan penyidik dan teguran tertulis pada 8 Juli 2025, Direksi hanya menanyakan secara lisan kepada manajer pabrik tanpa ada upaya perbaikan yang dilakukan.

Penyidikan juga mengungkap adanya dokumen instruksi kerja, tes analisis kualitas, dan pengendalian ketidaksesuaian dalam proses produksi beras, namun tidak ada pengawasan yang memadai. Selain itu, hanya satu dari 22 petugas quality control (QC) yang memiliki sertifikasi. Kontrol kualitas yang seharusnya dilakukan setiap 2 jam, faktanya hanya dilakukan 1-2 kali sehari.

Berdasarkan fakta-fakta tersebut, penyidik menetapkan tiga orang tersangka, yaitu S selaku Direktur Utama PT PIM, AI selaku Kepala Pabrik, dan DO selaku Kepala QC PT PIM. PT PIM atau PT Wilmar Padi Indonesia adalah entitas hukum yang sama, hanya mengalami perubahan nama.

"Modus operandi yang dilakukan adalah memproduksi dan memperdagangkan beras premium yang tidak sesuai dengan standar mutu dan SNI yang ditetapkan dalam peraturan terkait," jelas Helfi.

Saat ini, ketiga tersangka belum ditahan karena dinilai kooperatif selama proses penyidikan. Namun, tidak menutup kemungkinan akan dilakukan penahanan jika diperlukan.

Para tersangka dijerat dengan pasal terkait tindak pidana perlindungan konsumen, yaitu memperdagangkan produksi beras yang tidak sesuai standar mutu pada label kemasan, serta pasal terkait Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU). Ancaman hukuman maksimal 5 tahun penjara dan denda Rp2 miliar atas UU Perlindungan Konsumen, serta denda Rp10 miliar dan penjara 20 tahun atas UU TPPU.

Penyidik akan melakukan pemanggilan terhadap ketiga tersangka, penyitaan beras produksi PT PIM, pemeriksaan ahli korporasi untuk memastikan pertanggungjawaban PT PIM dalam perkara ini, dan meminta analisis dari PPATK atas transaksi keuangan para tersangka.

"Kami berharap penegakan hukum ini dapat memberikan efek jera bagi para pelaku untuk mencegah terulangnya kejahatan serupa di masa mendatang," tegas Helfi.

Scroll to Top