Jakarta – Kebijakan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) terkait pemblokiran rekening tidak aktif atau dormant sempat menuai berbagai tanggapan. Namun, kini, PPATK telah mencabut pemblokiran terhadap ratusan juta rekening yang lama tidak digunakan tersebut.
Kepala PPATK, Ivan Yustiavandana, menjelaskan bahwa proses identifikasi dan penanganan rekening dormant ini telah berlangsung sejak Mei 2025. Hingga saat ini, sebanyak 122 juta rekening yang sebelumnya diblokir telah dibuka kembali.
"Saya tegaskan, seluruh rekening dormant yang kami blokir sudah dibuka dan dikembalikan ke pihak bank. Proses ini sudah selesai," ujar Ivan dalam sebuah diskusi di Jakarta.
Meskipun pemblokiran telah dicabut, proses pengaktifan kembali rekening sepenuhnya berada di tangan masing-masing bank. Bank tetap akan melakukan verifikasi data nasabah melalui prosedur customer due diligence (CDD) dan enhanced due diligence (EDD).
Ivan memastikan bahwa tidak ada lagi rekening dormant yang sedang dalam proses analisis oleh PPATK.
"Sebagian besar sudah selesai di PPATK dan dikembalikan ke bank. Waktu pengaktifan kembali bervariasi, tergantung mekanisme masing-masing bank," jelas Ivan.
Jaminan Tidak Ada Lagi Pemblokiran Rekening Dormant
Ivan meyakinkan masyarakat bahwa tidak akan ada lagi pemblokiran rekening dormant di tahun ini. PPATK telah menyelesaikan analisis terhadap seluruh rekening yang berstatus dormant.
"Tidak ada lagi pemblokiran karena semua rekening dormant yang terdata oleh bank sudah selesai diproses," tegas Ivan.
Namun, Ivan menekankan bahwa rekening dormant yang terindikasi terlibat dalam tindak pidana pencucian uang, termasuk judi online, akan tetap dibekukan. Hal ini karena dampak negatif dari aktivitas tersebut dapat mempengaruhi pertumbuhan ekonomi Indonesia.
"Jika terkait tindak pidana, tentu akan dihentikan. Dampaknya sangat jelas terhadap pertumbuhan ekonomi," kata Ivan.
Ivan menjelaskan bahwa rekening dormant sering menjadi sasaran pelaku judi online. Data yang diperoleh menunjukkan bahwa sekitar 1,5 juta rekening digunakan untuk tindak pidana pencucian uang dalam periode 2020-2024. Dari jumlah tersebut, 150 ribu di antaranya merupakan rekening nominee (rekening atas nama orang lain).
Ivan mengungkapkan bahwa 120 ribu rekening berasal dari jual beli rekening, lebih dari 50 ribu merupakan rekening dormant, 20 ribu rekening hasil peretasan, dan 10 ribu rekening dari penyimpangan lainnya.
"Kenapa jumlahnya bisa sangat banyak? Karena pelaku kejahatan, seperti korupsi, narkotika, dan judi online, sudah sangat waspada. Solusinya adalah dengan jual beli rekening dormant," imbuh Ivan.
Kriteria Rekening yang Sempat Diblokir
Ivan sempat menjelaskan kriteria rekening dormant yang berpotensi diblokir oleh PPATK, salah satunya adalah rekening yang terkait dengan judi online.
"Tidak ada kriteria 3 bulan. Waktu 3 bulan itu berlaku jika nasabah masuk kriteria sangat berisiko, misalnya membuka rekening untuk judi online atau tindak pidana, kemudian ditinggalkan setelah dilakukan pembaruan data oleh bank," jelas Ivan.
Ivan menjelaskan bahwa rekening dormant yang paling banyak dibekukan adalah rekening yang tidak aktif selama lebih dari 5 tahun. Menurutnya, rekening yang tidak aktif dalam jangka waktu tersebut berpotensi disalahgunakan jika tidak diawasi.
"Pemerintah hadir untuk melindungi masyarakat. Tidak ada rekening yang dirampas negara. Justru pemerintah sedang menjaga dan melindungi masyarakat," tegasnya.
Ivan menekankan bahwa kebijakan pemblokiran rekening dormant bertujuan untuk melindungi rekening masyarakat agar tidak disalahgunakan untuk judi online atau tindak pidana lainnya. Ia menyinggung dampak sosial dari judi online yang dapat menyebabkan kebangkrutan hingga bunuh diri.
"Rekening tidak dirampas, tapi dijaga, diperhatikan, dan dilindungi dari potensi tindak pidana. Negara hadir untuk melindungi hak dan kepentingan pemilik rekening. Jika ingin mengaktifkan kembali, tinggal hubungi bank atau PPATK. Rekening dan uang 100 persen aman dan tidak berkurang," ujarnya.
Transaksi Judi Online Diklaim Menurun
PPATK mengklaim bahwa terjadi penurunan tren transaksi deposit judi online setelah pemblokiran rekening dormant. PPATK melaporkan bahwa deposit judi online menurun dari Rp 5 triliun menjadi hanya Rp 1 triliun.
"Ketika rekening dormant dibekukan, deposit judi online langsung merosot hingga minus 70%, dari Rp 5 triliun menjadi hanya Rp 1 triliun," kata Ivan.
Ivan mengatakan bahwa penurunan ini menunjukkan bahwa transaksi deposit judi online mengalami penurunan yang signifikan.
"Tren jumlah transaksi deposit judi online juga menurun drastis setelah kita bekukan rekening dormant. Ini adalah hasil positif," kata Ivan.
Ivan menyebutkan bahwa ada beberapa nasabah yang memprotes pemblokiran rekening mereka. Setelah diperiksa oleh PPATK, ternyata rekening tersebut bukan tidak aktif, tetapi menjadi rekening penampungan hasil pidana, mayoritas judi online.
"Beberapa (ribuan nasabah) marah ke PPATK karena merasa dibekukan karena tidak aktif, tetapi setelah kami cek, alasan pembekuan bukan karena dormant, tetapi karena murni rekening penampungan hasil pidana (mayoritas judi online)," pungkas Ivan.