Harga emas terus menunjukkan tren positif sepanjang tahun ini, bahkan diprediksi akan terus melonjak hingga mencapai US$3.675 per troy ons atau sekitar Rp60,25 juta pada akhir tahun. Hal ini didorong oleh berbagai faktor, termasuk ketidakpastian kebijakan dan risiko geopolitik global.
Emas sempat mencatatkan rekor tertinggi di angka US$3.500 atau sekitar Rp57,35 juta pada bulan April lalu, melampaui perkiraan sebelumnya. Analis meyakini emas berpotensi menyentuh US$4.000 atau Rp65,58 juta per troy ons menjelang kuartal kedua tahun 2026. Bahkan, di akhir tahun depan, harga logam mulia ini diprediksi bisa mencapai US$4.250 per troy ons.
Kenaikan harga emas ini didorong oleh pergeseran struktural dalam permintaan emas serta faktor-faktor pendorong harga lainnya. Kekhawatiran akan resesi, risiko perdagangan, dan tarif yang berkelanjutan semakin memperkuat prospek positif emas.
Pada tahun 2024, emas telah beberapa kali mencetak rekor tertinggi, menembus level US$2.900 per troy ons untuk pertama kalinya pada bulan Februari. Volatilitas pasar, menyusul kebijakan tarif Amerika Serikat dan meningkatnya risiko geopolitik, menjadi pemicu kenaikan harga tersebut.
Secara historis, pelemahan dolar AS dan suku bunga AS yang lebih rendah membuat emas batangan semakin menarik. Ketidakpastian ekonomi dan geopolitik juga cenderung mendorong harga emas, karena statusnya sebagai aset safe haven dan kemampuannya untuk melindungi nilai aset.
Emas memiliki korelasi yang rendah dengan kelas aset lainnya, sehingga berfungsi sebagai pelindung nilai yang efektif saat pasar bergejolak dan di tengah tekanan geopolitik.
Saat ini, emas berfungsi ganda, baik sebagai lindung nilai terhadap penurunan nilai tukar maupun sebagai perlindungan terhadap inflasi. Selain itu, emas berperan sebagai alternatif investasi yang menarik dibandingkan obligasi pemerintah AS dan reksa dana pasar uang.
Risiko harga emas bisa jadi lebih tinggi jika permintaan terus melampaui ekspektasi. Emas tetap menjadi salah satu lindung nilai paling optimal untuk menghadapi kombinasi unik stagflasi, resesi, penurunan nilai tukar, dan risiko kebijakan yang dihadapi pasar saat ini.