Putin Tak Gentar Sanksi Trump, Tetap Ngotot Kuasai Ukraina

Presiden Rusia Vladimir Putin diperkirakan tak akan menggubris tenggat sanksi yang diberikan Presiden AS Donald Trump. Putin tetap berambisi melanjutkan perang dan mencaplok empat wilayah Ukraina yang diklaim sebagai bagian dari Rusia.

Trump sebelumnya mengancam sanksi baru dan tarif 100% bagi negara pembeli minyak Rusia seperti China dan India jika Putin tak menyetujui gencatan senjata.

Namun, sumber terpercaya menyebut Putin meragukan efektivitas sanksi lanjutan, mengingat dampak terbatas dari gelombang sanksi sebelumnya.

"Putin masih berharap memulihkan hubungan dengan AS dan Barat. Tapi prioritasnya tetap memenangkan perang," ujar sebuah sumber.

Putin bertekad menguasai penuh Donetsk, Luhansk, Zaporizhzhia, dan Kherson sebelum bersedia berunding damai. Menurut analis, keberhasilan merebut keempat wilayah itu akan menjadi dasar klaim kemenangan strategis Putin dalam perang.

Rusia dan Ukraina telah tiga kali berunding sejak Mei, namun pembahasannya dinilai tak substantif, lebih fokus pada isu kemanusiaan.

Putin menyebut proses itu "positif", meski Moskow tetap mengajukan syarat berat bagi Ukraina, termasuk penarikan penuh dari wilayah yang dikuasai Rusia dan penerimaan status netral oleh Kyiv.

Di sisi lain, Putin dikabarkan tetap khawatir akan memburuknya hubungan dengan AS, khususnya dengan Trump. "Putin tak ingin membuat Trump marah, tapi dia juga tak bisa menghentikan perang hanya karena tekanan Washington," kata sumber lain dari Kremlin.

Ancaman tarif dan sanksi Trump dianggap "menyakitkan namun tidak mematikan." Bahkan, ada keraguan di internal Moskow apakah Trump akan benar-benar menindaklanjuti ultimatum tersebut.

"Dia pernah mengancam sebelumnya, lalu berubah pikiran," kata sumber tersebut.

Gedung Putih menanggapi ultimatum Trump sebagai upaya menghentikan kekerasan.

"Presiden Trump ingin menghentikan pembunuhan, itulah sebabnya ia menjual senjata kepada sekutu NATO dan mengancam Putin dengan tarif serta sanksi jika tidak ada gencatan senjata," kata Juru Bicara Gedung Putih.

Utusan khusus Trump, Steve Witkoff, dijadwalkan mengunjungi Rusia pekan ini, setelah Rusia menyatakan keluar dari moratorium penggunaan rudal nuklir jarak pendek dan menengah.

Scroll to Top