Lebanon Ditugaskan Susun Rencana Pelucutan Senjata Hizbullah, Tekanan AS Meningkat

Pemerintah Lebanon mengambil langkah belum pernah terjadi sebelumnya dengan menugaskan militer untuk menyusun rencana pelucutan senjata Hizbullah pada akhir tahun ini. Langkah ini dipicu oleh tekanan kuat dari Amerika Serikat (AS).

Perdana Menteri Lebanon, Nawaf Salam, menyatakan bahwa militer diberi tugas untuk menetapkan rencana pelaksanaan pembatasan senjata, yang berlaku bagi tentara dan semua pasukan negara lainnya, sebelum akhir tahun 2025. Rencana ini akan diserahkan kepada kabinet pada akhir Agustus untuk dibahas dan disetujui.

Keputusan penting ini diambil setelah sidang kabinet yang berlangsung selama hampir enam jam, dipimpin oleh Presiden Lebanon, Joseph Aoun.

Meskipun Hizbullah saat ini tampak melemah akibat perang terakhir dengan Israel, dengan kerusakan persenjataan dan kematian pemimpin senior, kabinet akan melanjutkan pembahasan proposal dari utusan AS, Tom Barrack, yang mencakup jadwal pelucutan senjata Hizbullah, minggu ini.

Menteri Penerangan, Paul Morcos, mengungkapkan bahwa Menteri Kesehatan, Rakan Nassereldine, dan Menteri Lingkungan Hidup, Tamara Elzein, yang berafiliasi dengan Hizbullah, mengundurkan diri dari sidang sebagai bentuk ketidaksetujuan terhadap keputusan kabinet.

Perlucutan senjata Hizbullah merupakan bagian dari implementasi gencatan senjata November, yang bertujuan mengakhiri konflik antara Israel dan Hizbullah yang berlangsung lebih dari setahun. Kesepakatan gencatan senjata tersebut menegaskan bahwa otoritas pemerintah, termasuk tentara dan pasukan keamanan dalam negeri, harus menjadi satu-satunya pihak yang memegang senjata di Lebanon.

Menanggapi hal ini, Pimpinan Hizbullah, Naim Qassem, menyatakan bahwa pihaknya tidak akan melucuti senjata selama serangan Israel terus berlanjut. Ia mengkritik rencana utusan AS dan menekankan bahwa siapa pun yang melihat kesepakatan yang dibawa Barrack akan menemukan bukan kesepakatan, melainkan sebuah dikte.

Qassem juga memperingatkan Israel agar tidak melancarkan agresi skala besar baru. Jika itu terjadi, Hizbullah akan bertindak defensif. Sebelum membahas nasib persenjataannya, Hizbullah menuntut agar rekonstruksi wilayah yang hancur akibat perang dimulai, Israel menghentikan serangannya, menarik diri dari wilayah perbatasan yang diduduki, dan membebaskan tahanan Lebanon.

Bulan lalu, Barrack mendesak Lebanon untuk segera bertindak menerapkan monopoli senjata negara.

Hizbullah adalah satu-satunya faksi yang mempertahankan senjatanya setelah perang saudara Lebanon 1975-1990. Mereka melakukannya atas nama perlawanan terhadap Israel, yang menduduki wilayah selatan Lebanon hingga tahun 2000. Kelompok ini telah lama menjadi kekuatan politik terkuat di Lebanon.

Israel terus melancarkan serangan di Lebanon meskipun ada gencatan senjata pada November lalu. Israel mengklaim sebagian besar serangan menargetkan kelompok Hizbullah dan mengancam akan terus melakukannya hingga kelompok tersebut dilucuti senjatanya.

Scroll to Top