Pertumbuhan Ekonomi Kuartal II 2025 Diragukan, Luhut Optimis Deregulasi Bisa Pacu Lebih Tinggi

Data pertumbuhan ekonomi Indonesia kuartal II 2025 yang mencapai 5,12% secara tahunan (YoY) menuai kritik dari sejumlah ekonom. Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN), Luhut Binsar Pandjaitan, menanggapi keraguan tersebut dengan optimisme, bahkan meyakini pertumbuhan bisa lebih tinggi jika deregulasi berjalan lancar.

Luhut menyampaikan hal ini usai Sidang Kabinet Paripurna di Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat (6/8/2025). Ia menilai angka 5,12% sudah bagus, namun potensi pertumbuhan sebenarnya bisa lebih besar.

Sebelumnya, Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (CELIOS), Bhima Yudhistira, mempertanyakan kredibilitas data tersebut. Ia menyoroti komponen Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) yang tumbuh 6,99% menurut Badan Pusat Statistik (BPS). Menurutnya, angka ini tidak selaras dengan kondisi sektor industri manufaktur yang tengah tertekan.

Bhima berpendapat, saat industri manufaktur melemah, seharusnya PMTB juga ikut terpengaruh. Ia meragukan pengusaha akan meningkatkan investasi aset tetap di tengah tekanan industri. Bhima menunjuk pada penurunan Purchasing Managers Index (PMI) manufaktur menjadi 46,9 pada Juni, yang mengindikasikan kontraksi. Ia menilai ada ketidaksesuaian antara data PMI manufaktur yang turun dengan pertumbuhan industri manufaktur yang tinggi, sehingga membutuhkan penjelasan lebih detail dari BPS.

Ekonom CELIOS lainnya, Nailul Huda, juga menyatakan ketidakpercayaannya terhadap data BPS karena ketidaksinkronan antara data pertumbuhan ekonomi dengan berbagai indikator. Ia menyoroti beberapa kejanggalan, antara lain:

  1. Pertumbuhan ekonomi triwulan II yang lebih tinggi dibanding triwulan dengan momen Ramadhan-Lebaran dianggap tidak lazim. Biasanya, triwulan dengan Ramadhan-Lebaran mencatat pertumbuhan tertinggi.
  2. Pertumbuhan industri pengolahan sebesar 5,68% tidak sejalan dengan PMI manufaktur yang di bawah 50 poin selama April-Juni 2025, mengindikasikan perusahaan tidak melakukan ekspansi signifikan. Selain itu, jumlah PHK meningkat 32% (YoY) selama Januari-Juni, menunjukkan kondisi industri manufaktur yang memburuk.
  3. Konsumsi rumah tangga hanya tumbuh 4,96%, padahal menyumbang 50% dari PDB. Pertumbuhan ini dinilai janggal karena tidak ada momen yang mendorong peningkatan konsumsi rumah tangga secara signifikan. Indeks keyakinan konsumen (IKK) juga melemah dari 121,1 (Maret 2025) menjadi 117,8 (Juni 2025).

Ekonom Senior INDEF, Tauhid Ahmad, juga terkejut dengan angka 5,12%. Ia sebelumnya memproyeksikan pertumbuhan di bawah 5%, bahkan sekitar 4,8% atau 4,9%.

Scroll to Top