Undang-Undang Hak Cipta kembali menjadi perdebatan hangat, terutama terkait pembayaran royalti. Banyak pelaku usaha seperti kafe dan restoran kini ragu memutar musik karena khawatir akan kewajiban membayar royalti.
Ketegangan ini bahkan sampai ke pengadilan. Sejumlah musisi ternama seperti Raisa, Ariel NOAH, dan Armand Maulana mengajukan gugatan uji materi terhadap beberapa pasal dalam UU Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Dalam sidang yang berlangsung pada 31 Juli 2025, Hakim Konstitusi Arief Hidayat menyampaikan pandangannya mengenai aturan royalti ini. Ia menyoroti potensi kekayaan ahli waris WR Supratman jika royalti lagu "Indonesia Raya" diterapkan secara harfiah. Arief juga menyinggung pergeseran nilai budaya, di mana dahulu seniman menciptakan karya untuk masyarakat, bukan semata keuntungan ekonomi. Ia khawatir gugatan ini mendorong ideologi kapitalisme yang individualistik, menjauh dari semangat gotong royong.
Gugatan musisi ini bertujuan untuk mendapatkan kepastian hukum terkait royalti. Mereka mempermasalahkan beberapa pasal dalam UU Hak Cipta, termasuk:
- Pasal 9 ayat (3) yang melarang penggunaan komersial ciptaan tanpa izin.
- Pasal 23 ayat (5) tentang pembayaran imbalan melalui Lembaga Manajemen Kolektif (LMK) tanpa izin langsung pencipta.
- Pasal 81 tentang hak pemegang hak cipta untuk melisensikan karyanya.
- Pasal 87 ayat (1) yang mewajibkan pencipta menjadi anggota LMK untuk menarik royalti.
- Pasal 113 ayat (2) tentang sanksi pidana bagi pelanggaran hak ekonomi.
Para musisi berpendapat bahwa pasal-pasal tersebut menimbulkan ketidakpastian hukum dan berpotensi merugikan hak konstitusional mereka sebagai pencipta karya.