Para pelaku usaha hotel, restoran, dan kafe (horeka) kini tengah menjajaki opsi musik tradisional sebagai alternatif dari lagu-lagu populer yang biasa diputar. Langkah ini muncul sebagai respons terhadap isu royalti yang belakangan menjadi sorotan.
Sekretaris Jenderal Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) mengungkapkan bahwa ide memutar musik tradisional, khususnya yang khas dari masing-masing daerah, semakin diminati. Inisiatif ini dinilai memiliki nilai tambah bagi promosi pariwisata. Contohnya, lagu-lagu khas Bali, Jawa, dan Sunda yang dulu sangat populer, berpotensi kembali digemari dan menarik wisatawan.
Namun, transisi ini tidak serta merta dilakukan. Perlu adanya diskusi lebih lanjut dengan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan serta instansi terkait lainnya, terutama mengenai potensi royalti yang mungkin timbul. Pengalaman sebelumnya menunjukkan bahwa lagu kebangsaan yang telah diakui negara tidak dikenakan royalti. Hal ini menjadi poin penting dalam pembahasan mendatang, terutama bagi sektor pariwisata yang sedang berkembang pesat.
Selain menghindari polemik royalti, pemutaran musik tradisional juga dipandang sebagai cara efektif untuk mempromosikan budaya lokal. Musik tradisional memberikan pengalaman berbeda bagi pengunjung, yang mungkin tidak selalu menyukai lagu-lagu populer yang biasa diputar. Dengan demikian, horeka dapat berkontribusi dalam melestarikan budaya sekaligus memberikan nilai tambah bagi pengalaman pelanggan.