Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN) buka suara terkait fenomena beberapa musisi yang mengizinkan lagu mereka diputar secara bebas di kafe dan restoran. Inisiatif yang digagas beberapa nama besar, seperti Ahmad Dhani hingga Uan dari Juicy Luicy, ini menimbulkan pertanyaan tentang hak cipta.
LMKN mengingatkan bahwa menggratiskan penggunaan lagu tidak serta merta menghapuskan seluruh hak yang melekat padanya. "Menggratiskan ini belum tentu disetujui oleh pelaku pertunjukan atau pemilik rekaman," tegas Komisioner LMKN, Yessi Kurniawan, menekankan kompleksitas pengelolaan hak cipta lagu dan musik.
Yessi mengimbau masyarakat agar tidak salah paham dengan istilah "menggratiskan." Dalam sebuah lagu terkandung berbagai hak yang melibatkan banyak pihak. "Rekaman adalah hasil kolaborasi antara pencipta lagu, penampil, dan kualitas rekaman itu sendiri. Jadi, jangan langsung menelan mentah-mentah," jelasnya.
Senada dengan Yessi, Komisioner LMKN lainnya, Bernard Nainggolan, menambahkan bahwa lagu adalah produk kolektif yang melibatkan pencipta, penyanyi, hingga produser. "Dalam sebuah lagu terdapat ‘bundle of rights’. Ada penciptanya, ada penampil atau performernya, dan ada produsernya. Jadi satu paket," ujarnya.
Bernard menekankan bahwa hak tidak hanya berada pada pencipta lagu. "Hak atas ciptaan memang bisa diberikan ke orang lain, tapi ada juga hak-hak lain yang tidak boleh diganggu. Jangan sampai membebaskan satu hak malah melanggar hak pihak lain," pungkasnya.
Intinya, menggratiskan penggunaan lagu di ruang publik seperti kafe dan restoran bukan perkara sederhana. Ada berbagai aspek hak cipta yang perlu diperhatikan dan disetujui oleh semua pihak yang terlibat.