Tragedi Hiroshima, 6 Agustus 1945, menjadi lembaran kelam sejarah dunia. Di tengah kota yang damai, seorang mahasiswa Indonesia bernama Sjarif Adil Sagala menjalani rutinitasnya. Saat itu, ia merupakan penerima beasiswa Nanpo Tokubetsu Ryogakusei (Nantoku) dari pemerintah Jepang. Beasiswa ini menjadi jembatan bagi pemuda Indonesia untuk menimba ilmu di Negeri Sakura.
Namun, ketenangan pagi itu berubah menjadi mimpi buruk. Tiba-tiba, suara gemuruh membelah langit. Sebuah pesawat melintas, yang kemudian diketahui sebagai Enola Gay B-29 yang membawa bom atom. Ledakan dahsyat meluluhlantakkan Hiroshima, termasuk tempat Sagala berada.
"Tiba-tiba terdengar suara aneh dan…. sraatt, sinar berkilau, dengan dahsyat dan mengejutkan!" kenang Sagala dalam memoarnya.
Sagala berusaha menyelamatkan diri, namun bangunan tempatnya berada ambruk dan menimpanya. Ia pingsan, dan saat sadar, tubuhnya penuh luka bakar dan terjepit reruntuhan. Teriakan minta tolongnya tenggelam di antara rintihan orang-orang sekarat.
Keajaiban datang saat teman-temannya, Arifin Bey dan Hasan Rahaya, berhasil menemukannya dan menariknya dari reruntuhan. Sagala dilarikan ke tempat aman, namun kondisinya kritis.
Para mahasiswa Indonesia itu kemudian mengungsi ke Tokyo. Dokter mendiagnosis mereka terkena radiasi nuklir dalam jumlah tinggi. Sel darah putih mereka menurun drastis, bahkan Sagala disebut "tipis kemungkinan untuk hidup."
Setelah melewati masa kritis selama seminggu, mereka berhasil bertahan. Mereka hidup di bawah pantauan dokter selama lima tahun sebelum akhirnya kembali ke Indonesia.
Pengalaman di Jepang menjadi bekal berharga bagi Sagala. Pada tahun 1969, ia mendirikan perusahaan mie instan pertama di Indonesia dengan merek Supermie. Sementara itu, Hasan Rahaya memilih jalur wirausaha, dan Arifin Bey menjadi akademisi dan diplomat.
Kisah Sjarif Adil Sagala, Arifin Bey, dan Hasan Rahaya menjadi bagian dari sejarah sebagai hibakusha, sebutan bagi penyintas ledakan bom atom Hiroshima. Kisah mereka adalah bukti ketahanan, semangat pantang menyerah, dan kemampuan untuk bangkit dari keterpurukan.