Mantan Menteri Perdagangan, Tom Lembong, mengambil langkah hukum dengan melaporkan sejumlah auditor Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) ke Ombudsman Republik Indonesia (RI). Laporan ini terkait dengan proses audit yang dianggap tidak profesional dalam penentuan kerugian negara pada kasus impor gula yang menyeret namanya.
Ketua Ombudsman RI, Mokhammad Najih, mengonfirmasi bahwa laporan dari Tom Lembong telah diterima dan sedang dalam proses pemeriksaan. "Laporannya sudah masuk. Namun, jenis maladministrasi belum bisa ditentukan karena masih dalam proses," ujarnya.
Ombudsman berencana melakukan koordinasi lebih lanjut untuk memahami secara mendalam isi pengaduan tersebut. Selain itu, mereka juga menunggu kelengkapan berkas pelaporan dari tim Tom Lembong. "Kami terbuka untuk meninjau keluhan dari tim hukum beliau," imbuh Najih.
Fokus penelaahan Ombudsman adalah pada aspek pelayanan publik yang dilakukan oleh BPKP serta pihak-pihak terkait lainnya. Sebelumnya, pengacara Tom Lembong, Zaid Mushafi, mengungkapkan bahwa langkah pelaporan ini bertujuan untuk memperbaiki sistem hukum dan lembaga audit negara.
"Semangatnya bukan untuk menjatuhkan BPKP, tetapi agar ada koreksi sehingga proses audit yang serupa tidak terulang di masa depan," jelas Zaid. Selain melaporkan auditor BPKP, Tom Lembong juga mengadukan dugaan pelanggaran etik oleh tiga hakim yang menangani perkaranya ke Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial.
Perbedaan Perhitungan Kerugian Negara
Kuasa hukum Tom Lembong, Ari Yusuf Amir, menyatakan bahwa hasil audit BPKP dalam kasus ini terbantahkan. Menurutnya, majelis hakim memiliki perhitungan kerugian keuangan negara yang berbeda dengan angka yang diajukan oleh BPKP.
"Pada akhirnya, majelis hakim yang menghitung kerugian keuangan negara, sehingga hasil audit terbantahkan," kata Ari. Majelis hakim berpendapat bahwa kerugian negara bersifat potential loss, yang didasarkan pada potensi keuntungan yang seharusnya diperoleh oleh PT PPI (Perusahaan Perdagangan Indonesia).
Dalam putusannya, majelis hakim menetapkan jumlah kerugian keuangan negara yang nyata sebesar Rp 194.718.181.818,19, berbeda dengan kesimpulan jaksa sebesar Rp 578.105.411.622,47. Kerugian ini timbul akibat kemahalan harga pembelian gula kristal putih oleh PT PPI dari perusahaan swasta pengimpor gula kristal mentah atas izin Tom Lembong. Sementara itu, majelis hakim tidak sependapat dengan komponen kerugian negara kedua sebesar Rp 320.690.559.152 yang merujuk pada selisih pembayaran bea masuk dan pajak antara impor gula kristal mentah dan gula kristal putih.