Teheran menyatakan dukungannya terhadap keputusan Hizbullah yang menolak rencana pemerintah Lebanon untuk melucuti persenjataan kelompok tersebut. Iran menegaskan tidak ikut campur dalam keputusan Hizbullah, yang merupakan sekutunya.
"Keputusan terkait masalah ini sepenuhnya berada di tangan Hizbullah," ujar Menteri Luar Negeri Iran, Abbas Araghchi, dalam sebuah wawancara. "Kami mendukung mereka dari jauh, tanpa campur tangan dalam keputusan mereka."
Araghchi menambahkan bahwa Hizbullah telah membangun kembali kekuatannya setelah mengalami kemunduran dalam konflik dengan Israel tahun lalu.
Sebelumnya, Hizbullah menolak pelucutan senjata yang diperintahkan oleh kabinet Lebanon. Mereka menyebut keputusan itu sebagai "dosa besar" dan menganggapnya tidak berlaku.
"Keputusan ini melemahkan kedaulatan Lebanon dan memberikan kebebasan kepada Israel untuk mengganggu keamanan, geografi, politik, dan masa depan eksistensi kami. Oleh karena itu, kami menganggap keputusan ini seolah-olah tidak pernah ada," tegas Hizbullah.
Pemerintah Lebanon, di bawah Perdana Menteri Nawaf Salam, memutuskan untuk melaksanakan perlucutan senjata Hizbullah setelah rapat kabinet yang panjang. Militer Lebanon ditugaskan untuk menyusun rencana implementasi guna membatasi persenjataan hanya untuk tentara dan pasukan negara sebelum akhir tahun. Rencana tersebut akan diajukan kepada kabinet pada akhir Agustus untuk dibahas dan disetujui.
Keputusan pemerintah Lebanon ini diambil setelah tekanan besar dari Amerika Serikat untuk melucuti persenjataan Hizbullah, dan di tengah kekhawatiran Israel akan memperluas serangannya terhadap Lebanon.
Perlucutan senjata merupakan bagian dari implementasi gencatan senjata yang disepakati pada November 2024, yang bertujuan mengakhiri pertempuran antara Hizbullah dan Israel. Dalam perjanjian itu disebutkan bahwa hanya militer dan layanan keamanan dalam negeri Lebanon yang seharusnya menjadi satu-satunya kekuatan bersenjata di Lebanon.