Kenaikan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) di Kabupaten Pati yang mencapai hingga 250% menuai perhatian serius dari DPR. Wakil Ketua Komisi II DPR, Dede Yusuf, menyampaikan bahwa kenaikan sebesar itu dinilai tidak wajar.
Menurut Dede, penyesuaian Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) dan besaran PBB seharusnya dilakukan secara bertahap. Kenaikan yang mendadak dan ekstrem tanpa pertimbangan yang matang dianggap tidak adil. Asas keadilan yang perlu diperhatikan adalah kemampuan masyarakat untuk membayar.
Dede mengingatkan bahwa Undang-Undang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD) mengatur tentang perlindungan masyarakat. Kenaikan PBB yang signifikan dapat dikategorikan sebagai maladministrasi. Ia mencontohkan, beberapa daerah umumnya menaikkan PBB secara bertahap, misalnya 50% per tahun.
Lebih lanjut, Dede menekankan pentingnya konsultasi dengan DPRD dan sosialisasi kepada masyarakat sebelum pemerintah daerah mengambil kebijakan terkait pajak. Kenaikan PBB yang memberatkan dapat menurunkan daya beli masyarakat, meningkatkan potensi kemiskinan, dan memicu gejolak sosial.
"Apapun yang naik di atas 50 persen pasti tidak wajar," tegas Dede. Ia menambahkan, kenaikan yang drastis mungkin dapat dibenarkan jika daerah mengalami bencana dan membutuhkan dana darurat.
Sebelumnya, kenaikan PBB ini telah memicu protes dari warga Pati. Bupati Pati, Sudewo, menjelaskan bahwa kenaikan PBB bertujuan untuk meningkatkan pelayanan rumah sakit dan perbaikan infrastruktur jalan.
Sudewo mengklaim bahwa hampir 50% warga telah membayar PBB-P2 yang naik 250%. Namun, ia menyatakan kesiapannya untuk meninjau ulang kenaikan tersebut jika ada tuntutan dari masyarakat. Ia juga mengklarifikasi bahwa kenaikan 250% tidak berlaku untuk semua, melainkan hanya yang tertinggi. Banyak juga yang mengalami kenaikan di bawah 100% atau 50%.