Kupang – Duka mendalam menyelimuti Sersan Mayor Kristian Namo, ayah dari Prajurit Dua Lucky Cepril Saputra Namo, yang tewas akibat kekerasan yang dilakukan oleh seniornya di lingkungan TNI Angkatan Darat (AD). Dengan suara bergetar, Kristian menuntut agar kasus ini diusut hingga tuntas dan para pelaku dijatuhi hukuman setimpal, yaitu hukuman mati.
"Saya menuntut keadilan seadil-adilnya. Kalau bisa, hukum mati semua pelaku agar tidak ada lagi korban seperti anak saya," ujar Kristian dengan nada penuh amarah di kamar jenazah Rumah Sakit Wirasakti, Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT), Kamis (7/8).
Sebagai seorang prajurit yang bertugas di Kodim 1627 Rote Ndao, Kristian menegaskan bahwa dirinya akan terus berjuang demi keadilan bagi putranya, meskipun nyawa menjadi taruhannya. Ia tak ingin ada lagi korban berjatuhan dan siap menghadapi siapapun demi mengungkap kebenaran.
"Untuk kebenaran dan keadilan, nyawa saya taruhannya," tegasnya.
Kristian meyakini bahwa anaknya meninggal dunia akibat penganiayaan yang dilakukan oleh rekan-rekannya sesama anggota TNI AD di asrama Batalyon Teritorial Pembangunan 834 Waka Nga Mere (Yon TP 834/WM).
"Intinya dia (mengalami) penganiayaan," tuturnya.
Prada Lucky baru saja menjadi anggota TNI selama dua bulan. Ia menghembuskan napas terakhir setelah menjalani perawatan intensif selama empat hari di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Aeramo, Nagekeo. Lucky meninggal dunia pada Rabu (6/8) pukul 10.30 WITA.
Rafael David, paman Lucky, mengungkapkan bahwa Lucky baru menyelesaikan pendidikan pada bulan Mei dan ditempatkan di Yon TP 834/WM pada bulan Juni. Lucky merupakan anak kedua dari empat bersaudara dan menjadi tulang punggung keluarga.
Jenazah Prada Lucky telah dibawa dari Nagekeo ke Kupang dan disemayamkan di rumah duka di Asrama Tentara Kuanino.
Pihak Resort Militer 161 Wirasakti Kupang menyatakan bahwa kasus ini sedang dalam penyelidikan oleh Polisi Militer Angkatan Darat.