Pemerintah Amerika Serikat (AS) menaikkan nilai hadiah bagi siapa saja yang bisa memberikan informasi yang mengarah pada penangkapan Presiden Venezuela, Nicolas Maduro. Hadiah tersebut kini mencapai US$ 50 juta atau setara dengan Rp 815 miliar. Maduro sendiri menghadapi berbagai dakwaan, termasuk keterlibatannya dalam perdagangan narkoba yang menyasar wilayah AS.
Langkah ini sontak menuai kecaman dari otoritas Venezuela. Mereka menyebut tawaran imbalan itu sebagai tindakan yang "menyedihkan" dan "konyol".
AS sendiri tidak mengakui hasil dua pemilihan umum sebelumnya yang memenangkan Maduro. Selain itu, Washington menuduh pemimpin Venezuela itu memimpin sebuah kelompok penyelundup kokain.
Pengumuman kenaikan imbalan ini disampaikan melalui pernyataan video oleh Jaksa Agung AS. Dalam pernyataannya, Jaksa Agung AS menegaskan bahwa Maduro merupakan salah satu pengedar narkoba terbesar di dunia dan dianggap sebagai ancaman bagi keamanan nasional AS.
Nilai imbalan ini jauh lebih tinggi dibandingkan tawaran sebelumnya yang diumumkan pada Januari, yaitu sebesar US$ 25 juta.
Menanggapi hal ini, Menteri Luar Negeri Venezuela, Yvan Gil, menyebut tawaran tersebut sebagai "tabir asap paling konyol yang pernah ada". Ia menegaskan bahwa martabat Venezuela tidak bisa dibeli dan menolak operasi propaganda politik yang dianggap kasar tersebut.
Pada tahun 2020, di masa pemerintahan Presiden Donald Trump, pengadilan federal New York mendakwa Maduro dan sejumlah pejabat tinggi Venezuela dengan berbagai tuduhan, termasuk konspirasi "narko-terorisme".
Departemen Kehakiman AS menuduh Maduro memimpin "Kartel Matahari", sebuah geng penyelundup kokain yang telah mengirimkan ratusan ton narkotika ke AS selama dua dekade dan menghasilkan ratusan juta dolar.