AVA: Kendaraan Otonom Listrik Karya Anak Bangsa Siap Mengaspal Indonesia

Indonesia bersiap memasuki era baru mobilitas cerdas dengan hadirnya AVA, prototipe kendaraan otonom listrik yang menjadi bintang dalam Konvensi Sains, Teknologi, dan Industri Indonesia (KSTI) 2025. Inovasi ini adalah hasil kolaborasi apik antara Institut Teknologi Bandung (ITB) dan mitra industri, menandai langkah signifikan dalam transformasi digital sektor logistik, industri, dan pariwisata tanah air.

Keunggulan AVA terletak pada kemampuannya untuk bernavigasi secara mandiri tanpa bergantung pada teknologi navigasi mahal seperti LiDAR atau GPS. AVA mengandalkan teknologi computer vision berbasis kamera dan kecerdasan buatan (AI), memungkinkan kendaraan ini beroperasi andal dalam berbagai kondisi cuaca dan pencahayaan.

Luqman Ardiseno, anggota tim dosen Teknik Fisika ITB yang mengembangkan AVA, menjelaskan bahwa kendaraan ini dirancang untuk beroperasi secara mandiri di area terbatas seperti bandara atau pelabuhan. Sistem ini telah dikembangkan secara bertahap sejak 2017 dan telah diuji coba di Pelabuhan Teluk Lamong, Jawa Timur, dengan hasil yang memuaskan.

"AVA bergerak dengan mengikuti marka jalan. Infrastruktur jalan dengan marka khusus adalah kunci utama dalam menjalankan sistem ini," jelas Luqman.

AVA menawarkan efisiensi energi dan biaya yang signifikan. Dengan tenaga listrik penuh, kendaraan ini mampu menempuh jarak hingga 100 kilometer dalam sekali pengisian daya selama delapan jam. Kapasitasnya antara empat hingga tujuh penumpang dan dikendalikan melalui sistem elektronik drive by wire dengan antarmuka pengguna berbasis layar sentuh.

Secara teknis, AVA menggunakan motor BLDC 3kW dengan baterai LiFePO4 72 V 9 kWh dan sistem penggerak rear drive. Bodinya relatif ringkas, dengan panjang 2,7 meter, lebar 1,5 meter, dan tinggi 2,2 meter, serta bobot sekitar 500 kilogram. Sensor kamera membaca marka jalan dan mengirim sinyal ke komputer pusat untuk mengarahkan mobil. Sistem keamanan juga terintegrasi, dengan kemampuan otomatis menghentikan kendaraan jika marka tertutup atau ada objek terlalu dekat.

"Kami meminimalkan penggunaan sensor mahal, namun tetap menjamin keamanan dengan sensor jarak yang menghentikan mobil saat mendeteksi objek dalam radius 40 cm," imbuh Luqman.

Pengembangan AVA sejalan dengan visi transformasi ekonomi Presiden Prabowo Subianto, yakni beralih dari ekonomi ekstraktif menuju ekonomi bernilai tambah tinggi berbasis teknologi. Kendaraan listrik otonom menjadi salah satu fokus strategis dalam peta jalan riset nasional yang dibahas di KSTI 2025.

Keberhasilan AVA juga mencerminkan prinsip kemandirian teknologi dalam negeri. AVA dirancang secara spesifik untuk mengakomodasi karakteristik infrastruktur lokal, mengatasi kendala yang sering dihadapi oleh kendaraan otonom buatan luar negeri di jalanan Indonesia.

Prototipe AVA telah mencapai tingkat kesiapan teknologi (TKT) 7 hingga 8, menandakan bahwa kendaraan ini telah masuk tahap demonstrasi di lingkungan nyata dan selangkah lagi menuju komersialisasi penuh. Kolaborasi antara ITB, PT Inovasi, EPS, dan Tessa memungkinkan pengembangan sistem ini terus berlanjut hingga siap digunakan secara luas oleh masyarakat.

Dengan potensi pasar global kendaraan otonom yang diprediksi mencapai USD 300 hingga 400 miliar pada tahun 2035, AVA bukan hanya solusi untuk kebutuhan mobilitas lokal, tetapi juga membuka peluang bagi ekspansi teknologi Indonesia ke pasar global. AVA adalah bukti nyata bahwa riset, inovasi, dan kolaborasi anak bangsa adalah kunci untuk menjawab tantangan mobilitas masa depan.

Scroll to Top