Jakarta – Sebuah momen bersejarah tercipta pada Jumat, 8 Agustus 2025, ketika Azerbaijan dan Armenia resmi menandatangani perjanjian damai, mengakhiri perseteruan yang telah berlangsung selama puluhan tahun. Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, berperan sebagai mediator utama dalam kesepakatan penting ini.
Dalam suasana yang penuh keakraban, Presiden Azerbaijan Ilham Aliyev dan Perdana Menteri Armenia Nikol Pashinyan berjabat tangan di hadapan Trump. Momen ini menjadi simbol persatuan dan harapan baru bagi kedua negara.
Salah satu poin penting dalam perjanjian tersebut adalah pembukaan kembali jalur transportasi vital yang akan dinamakan "Trump Route for International Peace and Prosperity". Jalur ini akan menghubungkan Azerbaijan dengan wilayah Nakhchivan yang terpisah oleh wilayah Armenia, serta membuka akses langsung ke Turki dan Eropa.
Trump menyatakan bahwa penamaan rute tersebut sebagai sebuah kehormatan, meskipun ide tersebut datang dari pihak Armenia. Ia juga mengungkapkan kegembiraannya melihat kedua negara, yang sebelumnya terlibat konflik selama 35 tahun, kini bersahabat dan menjalin hubungan baik.
Kesepakatan damai ini menjadi pukulan bagi pengaruh geopolitik Rusia di kawasan Kaukasus Selatan. Selama beberapa dekade, Moskow berperan sebagai mediator dalam konflik ini untuk memperluas pengaruhnya. Namun, invasi Rusia ke Ukraina pada tahun 2022 telah melemahkan posisi Rusia di kawasan tersebut.
Menurut pejabat pemerintahan AS, mediasi yang dilakukan Trump memungkinkan Amerika Serikat untuk meningkatkan pengaruhnya di kawasan tersebut. Keterlibatan intensif pemerintahan Trump dimulai awal tahun ini, dengan pertemuan antara utusan diplomatik Steve Witkoff dan Presiden Aliyev di Baku, membahas "reset regional".
Selain kesepakatan damai, Armenia dan Azerbaijan juga menandatangani perjanjian bilateral dengan Amerika Serikat di bidang energi, teknologi, dan ekonomi. Kesepakatan ini diharapkan dapat membawa kemajuan dan kemakmuran bagi kedua negara.