Saat ini, ramai diperbincangkan tentang royalti musik di kafe yang membuat sebagian pemilik bisnis kuliner berpikir ulang untuk memutar musik. Sebenarnya, ada alasan psikologis mengapa kita merasa ada yang kurang jika menikmati kopi tanpa musik, apalagi jika bukan di kafe favorit.
Pernahkah Anda merasa kopi yang sama terasa lebih nikmat saat dinikmati di kafe favorit dengan alunan lagu yang Anda suka? Sensasi berbeda ini dapat dijelaskan melalui konsep Crossmodal Correspondence.
Apa Itu Crossmodal Correspondence?
Crossmodal Correspondence adalah hubungan sistematis antara indra yang berbeda. Dalam konteks kafe, rasa kopi (gustatori), suara musik (auditori), dan suasana kafe (visual/sosial) berinteraksi menciptakan pengalaman sensorik yang utuh dan menyenangkan.
Otak manusia mengintegrasikan rangsangan sensorik ini untuk menciptakan persepsi yang lebih kuat dan bermakna. Musik bernada tinggi sering dikaitkan dengan rasa manis, sementara nada rendah diasosiasikan dengan rasa pahit. Jadi, bukan halusinasi jika es kopi susu terasa lebih manis saat diiringi musik akustik lembut.
Musik Merekayasa Rasa dan Memori
Beberapa kafe bahkan menggunakan musik untuk "merekayasa" rasa hidangan mereka. Dalam dunia gastronomi, ini dikenal sebagai sonic seasoning, yaitu penggunaan musik untuk memodifikasi atau memperkaya persepsi rasa.
Musik yang sesuai dengan rasa minuman dapat meningkatkan kenikmatan hingga 10%. Musik ceria meningkatkan kesan segar dan manis, sementara musik bertempo lambat memberi kesan elegan atau pahit. Inilah mengapa pemilihan playlist di kafe bukan sekadar soal estetika, tapi juga pengalaman konsumsi yang menyeluruh.
Lebih jauh lagi, musik dapat memicu memori episodik atau kenangan spesifik akan tempat, rasa, bahkan orang tertentu. Lagu yang diputar di kafe tempat Anda sering nongkrong saat kuliah bisa memunculkan nostalgia yang kuat, bahkan bertahun-tahun kemudian. Musik di kafe secara tidak sadar menjadi bagian dari cerita hidup banyak orang.
Royalti Musik: Hak Cipta dan Hak Rasa
Kembali ke soal royalti musik. Secara etika dan hukum, pencipta lagu berhak mendapatkan kompensasi dari karyanya yang diputar di ruang publik. Namun, penting untuk memahami bahwa musik bukan sekadar hiburan latar, melainkan bagian dari pengalaman multisensori yang kompleks.
Bagi banyak orang, menikmati kopi tanpa musik bukan sekadar "diam", melainkan kehilangan rasa. Crossmodal correspondence membantu kita memahami kenapa kopi terasa lebih nikmat di kafe tertentu, dengan playlist tertentu, bahkan hanya dalam suasana tertentu.
Kombinasi musik, tempat, dan minuman menciptakan pengalaman psikologis yang menyeluruh dan tak tergantikan. Sebuah lagu di kafe bisa jadi kunci dari kenangan yang tak terganti.