JAKARTA – Gitaris Piyu Padi Reborn, yang juga menjabat sebagai ketua umum AKSI (Asosiasi Komposer Seluruh Indonesia), memberikan klarifikasi terkait polemik royalti musik yang ramai diperbincangkan, khususnya terkait pemutaran musik di kafe dan hotel. Ia menegaskan bahwa AKSI tidak memiliki keterkaitan langsung dengan isu tersebut.
Menurut Piyu, urusan royalti di hotel, restoran, dan kafe bukanlah ranah pencipta lagu, melainkan pemilik master rekaman, seperti label musik, produser, atau label indie yang memproduksi lagu tersebut. Produser berhak meminta royalti ketika lagu yang mereka produksi diputar untuk tujuan komersial.
"Sebenarnya kami pencipta lagu tidak perlu dimasukkan di situ, karena tidak ada berkaitan langsung," ujar Piyu.
Piyu menjelaskan bahwa sejak didirikan dua tahun lalu, AKSI fokus pada upaya memperjuangkan hak-hak komposer atas penggunaan lagu dalam acara live, konser, atau pertunjukan. Sementara itu, para produser pemilik master memiliki asosiasi sendiri yang terpisah dari AKSI.
"Pemilik master, mereka bergabung dalam sebuah LMK yang namanya SELMI," imbuhnya.
Apa itu SELMI?
SELMI (Sentra Lisensi Musik Indonesia) adalah Lembaga Manajemen Kolektif (LMK) yang mewakili produser musik dan performer dalam mengelola penarikan remunerasi untuk penyiaran (radio dan televisi) serta komunikasi kepada publik.
Berdasarkan Undang-undang Hak Cipta Nomor 28 tahun 2014, pihak yang berhak menerima remunerasi ini adalah produser rekaman suara dan pelaku pertunjukan. Penarikan remunerasi atas hak terkait ini mencakup penggunaan karya rekaman suara oleh pengguna di tempat komersial.