Minggu, 10 Agustus 2025, pukul 04:00 WIB, menjadi momen perenungan mendalam bagi Dahlan Iskan. Sebuah pesan singkat dari Robert Lai, seorang sahabat setia, membawanya kembali ke Tianjin, Tiongkok, tempat keajaiban hidupnya dimulai.
Setiap tanggal 6 Agustus, Robert tak pernah lupa mengirimkan ucapan, merayakan "ulang tahun kebangkitan" Dahlan di Tianjin sejak tahun 2007. Tanggal itu adalah hari transplantasi hati, ketika hati yang sakit digantikan dengan hati baru dari seorang pemuda yang meninggal dunia.
Saat itu, hati Dahlan berusia 56 tahun, sementara hati penggantinya baru 20 tahun. Secara fisik, ia kini berusia 74 tahun, namun hatinya tetap muda, berumur 39 tahun. Robert, yang sangat menentang peperangan dan konflik, selalu mengingatkannya untuk mencari jalan tengah dan mengalah jika perlu, asalkan tidak mengancam jiwa.
Robert Lai adalah sosok yang gigih merayakan kehidupan. Ia memastikan Dahlan mendapatkan perawatan terbaik di tengah perjuangan melawan kanker. Ia bahkan melarang keluarga Dahlan masuk ruang perawatan tanpa protokol kesehatan yang ketat. Ia juga sangat perhatian pada dokter dan perawat, tak segan menegur mereka yang lalai mencuci tangan.
Ketika melihat pasien asal Arab yang juga menunggu transplantasi hati di Tianjin, Robert berbisik tentang paradoks kehidupan: di satu tempat orang saling membunuh, di tempat lain orang berjuang untuk hidup.
Dahlan sendiri sering lupa merayakan ulang tahun kehidupannya. Menjelang ulang tahun ke-19 transplantasinya, ia berada di Beijing, mengantarkan seseorang yang membutuhkan transplantasi hati. Beberapa dokter yang dulu menanganinya telah pindah ke Beijing, sehingga ia memilih rumah sakit di sana untuk pemeriksaan rutin.
Transplantasi hati di Tiongkok semakin umum, dengan banyak kota yang mampu melakukannya. Mendapatkan organ donor juga lebih mudah karena undang-undang yang mewajibkan pengambilan organ dari orang yang meninggal. Kemudahan ini mendorong kemajuan dunia kedokteran di sana.
Di Indonesia, mendapatkan donor organ sangat sulit karena faktor kepercayaan agama. Hanya Ahmadiyah yang memfatwakan anggotanya boleh mendonorkan organ. Singapura awalnya memeriksa dompet korban kecelakaan untuk mencari kartu donor, namun kemudian mengubah peraturan: jika tidak ada kartu penolakan, organ otomatis boleh diambil.
Sembilan belas tahun lalu, Dahlan beruntung mendapatkan donor dari Tiongkok. Namun, peraturan itu kini berubah: organ hanya untuk warga Tiongkok. Robert Lai, yang merawat Dahlan selama sakit dan setelah operasi, menjadi inspirasinya untuk menemani seseorang yang membutuhkan transplantasi hati saat ini.
Dahlan bersyukur "hati baru"nya tetap sehat hingga kini. Pemeriksaan terakhir di Beijing menunjukkan hasil yang baik. Dulu, ia sudah diberi tahu bahwa benih kanker mungkin masih ada dalam darahnya dan bisa menyerang "hati baru". Namun, ia siap mental dan bersyukur bisa hidup lebih lama.
Pemeriksaan rutin setiap lima tahun menunjukkan hasil yang menggembirakan: tidak ada tanda-tanda kanker kembali. Tahun depan, ia akan menjalani pemeriksaan menyeluruh lagi, menjelang tahun ke-20 transplantasinya.
Robert Lai kembali mengingatkannya tentang paradoks dunia, di mana kekuatan nuklir membahas tentang "perang nuklir yang bisa diatasi". Dunia memang penuh paradoks, termasuk dalam mempertahankan kehidupan dan mengorbankan hidup. Satu hal yang pasti: hidup lebih penting daripada mati.