Mengungkap Misteri Alam Semesta: Seberapa Luas Sebenarnya?

Alam semesta, sebuah entitas maha luas yang mencakup segala sesuatu mulai dari planet terdekat hingga galaksi terjauh, terus memicu rasa ingin tahu manusia. Pertanyaan tentang ukurannya, keberadaan batas, atau kemungkinan tak terbatas, telah menjadi perdebatan selama berabad-abad.

Pada awal 1920-an, Edwin Hubble, berkat landasan teori dari Henrietta Swan Leavitt, merevolusi pemahaman kita. Ia membuktikan bahwa nebula seperti Andromeda bukanlah sekadar awan gas, melainkan galaksi yang terpisah jauh, serupa dengan Bima Sakti. Penemuan ini menandai titik balik, membuka mata kita terhadap skala alam semesta yang jauh lebih besar dari yang diperkirakan sebelumnya.

Teleskop Luar Angkasa James Webb (JWST) memberikan terobosan baru. Dengan kemampuannya yang luar biasa, JWST memungkinkan para ilmuwan untuk mengintip lebih dalam ke alam semesta, memberikan data yang lebih akurat tentang bentuk, laju perubahan, dan karakteristiknya.

Namun, seberapa besar sebenarnya alam semesta ini? Para ilmuwan mengakui bahwa kita mungkin tidak akan pernah mengetahui jawabannya secara pasti. Tidak ada cara absolut untuk mengukur batas yang mungkin tidak ada.

Yang kita ketahui adalah alam semesta yang dapat diamati, bagian alam semesta yang cahayanya telah mencapai kita sejak Big Bang, memiliki diameter setidaknya 93 miliar tahun cahaya. Meskipun alam semesta diperkirakan berusia sekitar 13,8 miliar tahun, ekspansi ruang angkasa menyebabkan cahaya dari awal alam semesta menempuh jarak sekitar 46,5 miliar tahun cahaya untuk mencapai kita. Ruang hampa, tidak terikat oleh hukum fisika yang sama dengan materi, dapat melampaui batas kecepatan cahaya.

Meskipun batas alam semesta masih menjadi misteri, para ilmuwan sepakat bahwa alam semesta bersifat "datar" dalam istilah kosmologis. Ini berarti bahwa jika seseorang berjalan lurus tanpa berbelok, mereka tidak akan pernah kembali ke titik awal.

Konsep alam semesta yang mengembang pertama kali terungkap melalui fenomena redshift. Mirip dengan efek Doppler pada suara, cahaya dari galaksi yang menjauh tampak lebih merah, mengindikasikan bahwa galaksi-galaksi tersebut menjauh dari kita.

Untuk mengukur jarak di alam semesta, para astronom menggunakan "lilin standar" – objek dengan kecerahan intrinsik yang diketahui. Bintang Cepheid, yang digunakan oleh Hubble, adalah contohnya. Dengan mengetahui seberapa terang seharusnya bintang-bintang ini, kita dapat menghitung jaraknya berdasarkan seberapa redup mereka tampak dari Bumi.

Salah satu penemuan yang paling mengejutkan adalah ekspansi alam semesta yang dipercepat, yang disebabkan oleh energi gelap misterius. Meskipun ekspansi ini tidak terasa di tingkat lokal karena gravitasi, ia dapat dideteksi pada jarak yang sangat jauh.

Saat ini, para ilmuwan memperkirakan laju ekspansi antara 65 hingga 75 km/detik/Mpc. Namun, perbedaan metode pengukuran telah menimbulkan ketegangan yang disebut Hubble Tension. Pengukuran radiasi latar kosmik menghasilkan angka yang berbeda dengan metode lilin standar, menciptakan ketidakpastian.

Terlepas dari kemajuan kita, kita masih jauh dari memahami seluruh alam semesta. Apakah alam semesta benar-benar tak terbatas? Pertanyaan ini masih menjadi misteri. Namun satu hal yang pasti: semakin kita mengamati langit, semakin kita menyadari betapa luas dan misteriusnya alam semesta ini. Penelitian lebih lanjut, meskipun membutuhkan dana besar, sangat penting untuk mengungkap rahasia-rahasia alam semesta yang tak terhitung jumlahnya.

Scroll to Top