Polemik royalti musik di Indonesia beberapa tahun belakangan ini memicu perdebatan di masyarakat. Mulai dari perselisihan antara pencipta lagu dan penyanyi, hingga isu penarikan royalti untuk pemutaran lagu di ruang publik.
Sebenarnya, royalti musik adalah hal yang tak terhindarkan dalam industri musik. Ini bukan sekadar bentuk apresiasi, melainkan juga pemenuhan hak-hak para pencipta karya.
Mengapa Royalti Itu Penting?
Musik, baik dalam bentuk lagu vokal maupun instrumental, adalah sebuah karya cipta. Karya rekaman pun memiliki perlindungan dan hak ekonomi.
Penghargaan terhadap hak cipta melalui royalti telah diatur sejak lama di Indonesia, mulai dari UU Nomor 7 tahun 1987 hingga UU Nomor 28 tahun 2014 atau UU Hak Cipta.
Keberadaan UU Hak Cipta justru mendorong masyarakat untuk lebih banyak membawakan lagu, namun dengan aturan yang jelas.
Selama penggunaan lagu tidak bersifat komersial, tidak ada penarikan royalti. Justru, orang yang menyanyikan lagu di acara pribadi adalah agen iklan yang sukarela mempromosikan karya tersebut.
Undang-undang ini mendorong agar lagu dinyanyikan sebanyak mungkin. Namun, jika lagu digunakan untuk kepentingan komersial seperti konser, maka royalti harus dibayarkan kepada Lembaga Manajemen Kolektif (LMK).
Bagaimana Cara Menghitung Royalti?
Penagihan royalti didasarkan pada kegiatan komersial oleh berbagai jenis usaha. Setiap jenis usaha atau acara memiliki tarif royalti yang ditetapkan sejak 2016 dalam SK Menteri.
Pengguna musik dapat menghitung sendiri royalti yang harus dibayarkan berdasarkan ketentuan tarif, atau menggunakan kalkulator lisensi di laman LMKN.
Contoh Penghitungan:
Tarif royalti untuk berbagai jenis usaha seperti mal, karaoke, hingga diskotek memiliki ketentuan yang berbeda.