Dunia pers berduka. Anas Al-Sharif, jurnalis Al Jazeera yang dikenal karena keberaniannya meliput konflik di Jalur Gaza, kehilangan nyawanya akibat serangan udara Israel pada Minggu, 10 Agustus 2025. Ia tewas bersama empat rekan wartawan dan dua pendamping di dekat Rumah Sakit al-Shifa, Kota Gaza.
Israel mengklaim Al-Sharif adalah anggota Hamas, namun tuduhan ini dibantah keras oleh Al Jazeera, organisasi perlindungan jurnalis (CPJ), dan utusan khusus PBB untuk kebebasan berekspresi. Mereka menegaskan tidak ada bukti kuat yang mendukung klaim tersebut.
Perjalanan Karier Anas Al-Sharif
Lahir pada tahun 1996 di Kamp Pengungsi Jabalia, Jalur Gaza, Al-Sharif menempuh pendidikan di Universitas Al-Aqsa dan meraih gelar di bidang komunikasi massa. Sebelum bergabung dengan Al Jazeera, ia sempat bekerja di Al-Shamal Media Network.
Sejak konflik Israel-Hamas memanas pada Oktober 2023, Al-Sharif menjadi salah satu reporter yang paling aktif meliput langsung dari garis depan. Ia tak gentar menyuarakan realita pahit tentang kekejaman, kelaparan, dan pengusiran yang dialami warga Gaza, meskipun harus menghadapi ancaman dan kehilangan orang-orang tercinta.
Pada Desember 2023, rumah keluarganya di Jabalia hancur akibat serangan militer Israel. Ayahnya meninggal dunia karena tidak dapat dievakuasi akibat kondisi kesehatan yang buruk. Meski demikian, Al-Sharif memilih tetap bertahan di Gaza utara, menolak perintah Israel untuk mengungsi, karena merasa terpanggil untuk menyuarakan suara warga Palestina yang terpinggirkan.
"Jika Anda Membaca Ini, Israel Telah Membunuhku"
Al-Sharif menerima ancaman secara terus-menerus dari Israel, baik melalui telepon, pesan suara, maupun kampanye disinformasi di media sosial. Ia dituduh sebagai "teroris" tanpa bukti yang jelas. CPJ bahkan menyebut ancaman-ancaman ini sebagai "pembuka jalan untuk pembunuhan" dan mendesak perlindungan segera.
Beberapa saat sebelum wafat, Al-Sharif sempat mengunggah video di akun X miliknya, merekam serangan udara Israel di Kota Gaza. Dalam video tersebut, ia menyampaikan, "Pengeboman tanpa henti—agresi Israel meningkat dalam dua jam terakhir."
Dalam wasiat yang ditulis pada 6 April 2025 dan diterbitkan setelah kematiannya, Al-Sharif menulis, "Jika kata-kata ini sampai padamu, ketahuilah bahwa Israel telah membunuhku dan membungkam suaraku… Aku hidup melaluinya, merasakan kesedihan dan kehilangan berkali-kali… Aku tidak pernah ragu menyampaikan kebenaran apa adanya…"
Ia juga menitipkan keluarganya – istri (Bayan), putra (Salah), putri (Sham), dan ibunya – serta menyerukan kepada dunia untuk tidak melupakan Gaza dan kisahnya.
Al Jazeera mengecam serangan tersebut sebagai upaya sistematis untuk membungkam suara-suara di tengah potensi pendudukan Gaza. Mereka menyerukan perlindungan hak pers dan penghentian impunitas bagi militer Israel.
CPJ menyatakan keprihatinan mendalam atas kematian Al-Sharif, menegaskan bahwa jurnalis adalah warga sipil yang tidak boleh menjadi sasaran dan pihak bertanggung jawab harus diadili. PBB juga menyoroti ancaman serius yang dihadapi jurnalis lokal Palestina, yang menjadi mata dan telinga dunia di wilayah berbahaya seperti Gaza.