Mantan Menteri Perdagangan, Tom Lembong, memenuhi panggilan Komisi Yudisial (KY) terkait aduannya terhadap tiga hakim yang menangani kasusnya. Lembong hadir di Gedung Komisi Yudisial, Jakarta Pusat, Senin (11/8) untuk menunjukkan kesungguhannya dan menggugah nurani para anggota KY.
Lembong berharap abolisi yang diterimanya dari Presiden Prabowo Subianto dapat menjadi momentum perbaikan sistem hukum di Indonesia. Ia ingin momentum ini dimanfaatkan untuk mendorong perbaikan demi kebaikan bersama seluruh rakyat Indonesia.
Kasus yang menjerat Lembong adalah korupsi importasi gula di Kementerian Perdagangan pada tahun 2015-2016. Ia divonis 4 tahun 6 bulan penjara karena terbukti melakukan tindak pidana korupsi yang merugikan negara sebesar Rp194,72 miliar. Tindakannya meliputi penerbitan surat persetujuan impor gula kristal mentah kepada 10 perusahaan tanpa rapat koordinasi dan rekomendasi dari Kementerian Perindustrian. Selain pidana penjara, Lembong juga dijatuhi denda Rp750 juta dengan subsider 6 bulan kurungan.
Setelah menerima abolisi dan bebas dari Rutan Cipinang pada 1 Agustus 2025, Lembong melaporkan tiga hakim yang menyidangkan perkaranya ke Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial. Ketiga hakim tersebut adalah Hakim Ketua Dennie Arsan Fatrika, serta Hakim Anggota Alfis Setyawan dan Purwanto S Abdullah.
Menurut kuasa hukum Lembong, aduan ini diajukan karena hakim yang menyidangkan kliennya dinilai tidak mengedepankan azas praduga tak bersalah. Salah satu hakim anggota dianggap lebih mengedepankan presumption of guilty, seolah-olah Lembong sudah bersalah dan tinggal mencari alat buktinya, yang dianggap tidak sesuai dengan proses peradilan yang seharusnya.