Alam semesta yang luas ini penuh dengan keajaiban visual: nebula yang indah, planet yang menari dalam orbit, dan lubang hitam yang misterius. Namun, pernahkah Anda bertanya-tanya, jika kita bisa "mendengarkan" alam semesta, suara apa yang akan kita dengar? Apakah gemerisik halus atau dengungan yang dalam?
Kenyataannya, jika Anda berada di ruang angkasa, kemungkinan besar Anda akan mengalami keheningan. Namun, keheningan ini bukan berarti tidak ada suara sama sekali. Ini lebih berkaitan dengan bagaimana telinga manusia menangkap dan menginterpretasikan suara.
Suara, pada dasarnya, adalah gelombang tekanan. Ia membutuhkan medium, seperti udara, untuk merambat. Gelombang suara bergerak melalui tumbukan molekul-molekul gas, menciptakan getaran yang kemudian ditangkap oleh telinga kita dan diubah menjadi suara oleh otak.
Meskipun ada tempat-tempat di luar angkasa – seperti atmosfer planet lain atau di dekat lubang hitam – yang memiliki cukup molekul untuk menghantarkan getaran, kepadatan medium di sana sangat berbeda dengan atmosfer Bumi. Akibatnya, suara yang dihasilkan berada di luar jangkauan pendengaran manusia.
Bahkan di Mars, di mana para astronom telah merekam suara angin menggunakan detektor akustik pada penjelajah, atmosfernya yang tipis menghasilkan frekuensi suara yang sangat rendah, hampir tidak terdengar oleh telinga manusia.
Ilmuwan menemukan bahwa lubang hitam supermasif di gugus galaksi Perseus mengeluarkan gas seperti "sendawa", menciptakan gelombang tekanan yang menyerupai gelombang suara. Dengan menganalisis riak molekul gas di ruang angkasa, para ilmuwan dapat memperkirakan seperti apa suara yang dihasilkan.
Analisis menunjukkan bahwa nada yang dihasilkan setara dengan B flat rendah – 57 oktaf di bawah middle C. Nada yang sangat rendah ini jauh di luar kemampuan pendengaran manusia.
Sonifikasi: Mengubah Data Menjadi Musik Kosmik
Untuk mengatasi keterbatasan ini, para ilmuwan telah mengembangkan teknik yang disebut sonifikasi. Sonifikasi adalah proses mengubah data astronomi menjadi audio, memungkinkan kita untuk "mendengarkan" alam semesta dengan cara yang baru.
Banyak ilmuwan sonifikasi memiliki latar belakang musik, menggabungkan keahlian mereka dengan data ilmiah untuk menciptakan pengalaman mendengarkan yang akurat dan bermakna.
Saat mengerjakan gugus Perseus, para ilmuwan berusaha untuk setia pada data nada B flat dan gagasan lubang hitam supermasif yang "bersendawa" ke gas panas. Hasilnya adalah representasi suara lubang hitam yang terdengar seperti makhluk besar yang bergemuruh dan bersendawa.
Sonifikasi data telah membuka pintu bagi audiens baru untuk memahami sains antariksa. Suara membuat ruang angkasa terasa lebih dekat dan lebih terhubung dengan emosi dan memori kita.
Masih banyak suara luar angkasa yang belum dapat "diterjemahkan". Venus, misalnya, memiliki atmosfer yang sangat padat sehingga anginnya mungkin terdengar sangat berbeda dari Bumi atau Mars.
Dengan terus merilis sonifikasi baru, para ilmuwan mengubah data sinar-X dari galaksi jauh menjadi dengungan, gemuruh, dan letupan kecil – suara-suara kosmik yang kini dapat kita nikmati.
Alam semesta ini adalah simfoni sunyi yang menunggu untuk diungkap. Mengapa tidak kita coba memecahkannya, menerjemahkannya, dan mendengarkannya sendiri?