Komisi Kejaksaan (Komjak) menyampaikan kekhawatiran terkait belum dilaksanakannya eksekusi terhadap Ketua Umum Solidaritas Merah Putih (Solmet), Silfester Matutina, oleh Kejaksaan Negeri (Kejari). Komjak menilai hal ini dapat menciptakan preseden negatif bagi penegakan hukum di Indonesia.
Komisioner Komjak, Nurokhman, menegaskan bahwa vonis 1,5 tahun penjara yang dijatuhkan kepada Silfester sudah berkekuatan hukum tetap (inkrah). Dengan demikian, eksekusi seharusnya bisa segera dilakukan, meskipun Silfester saat ini sedang mengajukan Peninjauan Kembali (PK) di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
"Putusan sudah inkrah, jadi wajib dieksekusi. Pengajuan PK tidak menghalangi proses eksekusi," ujar Nurokhman.
Menurutnya, penundaan eksekusi hingga putusan PK keluar justru akan menjadi preseden buruk. Ia khawatir, jika ini terjadi, terpidana lain akan menuntut hal serupa. Komjak berharap eksekusi dapat dilakukan sebelum sidang PK dilaksanakan.
Komjak berencana berkomunikasi dengan Kejari Jakarta Selatan untuk mencari tahu kendala yang menyebabkan eksekusi belum terlaksana. Mereka berharap eksekusi dapat segera dilakukan.
Sebelumnya, Kejaksaan Agung (Kejagung) juga telah menyatakan bahwa pengajuan PK oleh Silfester tidak menghambat proses eksekusi putusan pengadilan.
Kasus yang menjerat Silfester bermula dari laporan Solihin Kalla, putra Jusuf Kalla, pada tahun 2017. Silfester dituduh melakukan fitnah dalam orasinya, yang kemudian viral di media sosial. Dalam orasinya, Silfester menuding Wapres JK menggunakan isu SARA untuk memenangkan Anies Baswedan-Sandiaga Uno dalam Pilkada DKI Jakarta.
Silfester dilaporkan atas dugaan pencemaran nama baik dan fitnah melalui media, sebagaimana diatur dalam pasal 310 KUHP, 311 KUHP, serta pasal 27 dan 28 UU ITE.
Pada 30 Juli 2018, Silfester divonis 1 tahun penjara. Putusan ini dikuatkan di tingkat banding pada 29 Oktober 2018. Di tingkat kasasi, hukuman Silfester diperberat menjadi 1 tahun 6 bulan penjara. Namun, hingga saat ini, putusan kasasi tersebut belum dieksekusi.