Mengapa Pernikahan Intimate Sulit Dilaksanakan di Indonesia? Budaya Kekeluargaan Jadi Penentu

Pernikahan intimate atau sederhana ala Nadin Amizah menjadi perbincangan hangat di media sosial. Banyak warganet yang terinspirasi, namun merasa sulit mewujudkannya karena terbentur tradisi dan permintaan keluarga besar. Pertanyaannya, mengapa konsep pernikahan intimate sulit diimplementasikan di Indonesia?

Budaya Indonesia, khususnya Jawa, menempatkan keluarga besar sebagai fondasi utama dalam pernikahan. Prosesi pernikahan tak hanya melibatkan calon pengantin, namun juga seluruh keluarga besar, bahkan saat akad nikah. Hal ini berbeda dengan konsep nuclear family yang lebih fokus pada keluarga inti.

Kebiasaan ini berakar dari budaya agraris dan peternakan, di mana kepemilikan dan pengelolaan aset dilakukan secara turun-temurun. Sistem warisan ini berfungsi sebagai jaminan keberlangsungan ekonomi keluarga besar. Oleh karena itu, ikatan kekeluargaan yang kuat tetap dipertahankan hingga kini.

Bentuknya bisa berupa perkumpulan keluarga besar (trah) atau penggunaan nama keluarga dengan "bin" untuk melestarikan budaya saling mendukung. Meskipun generasi muda semakin mandiri, peran keluarga besar tetap dianggap krusial.

Pernikahan menjadi salah satu wujud ekspresi keluarga besar dalam mengatur kehidupan. Prosesnya melibatkan banyak orang, bahkan tetangga, mulai dari pemilihan pasangan hingga kehidupan berumah tangga.

Keterlibatan orang tua dan sesepuh berfungsi sebagai pengikat. Kehadiran mereka menjadi kontrol dan pertimbangan sebelum mengambil keputusan, termasuk dalam menyelesaikan konflik rumah tangga. Keluarga besar juga berperan sebagai sistem pendukung ketika terjadi perpisahan.

Keterikatan dan kebutuhan terhadap keluarga besar menjadi alasan mengapa pernikahan di Indonesia menjadi kompleks, namun juga bernilai. Pengaruh budaya kekeluargaan yang kuat menjadi penentu utama dalam setiap keputusan pernikahan.

Scroll to Top